Kamis, 15 Desember 2011

[Koran-Digital] VICTOR SILAEN: Mempermalukan Koruptor

Mempermalukan Koruptor PDF Print
Friday, 16 December 2011
Korupsi di negeri ini begitu centang-perenang. Bayangkan, hampir semua
urusan yang memerlukan pelayanan dari pemerintah bisa dipercepat asalkan
ada uang "pelicin".

Tak aneh jika dikarenakan "tradisi" itu muncul pelesetan "SUMUT" yang
artinya "semua urusan mesti uang tunai". Jika tersandung perkara,"kasih
uang habis perkara"(KUHP). Di kalangan elite politik (wakil rakyat) dan
pemerintah juga berlaku praktik "kasih uang dapat uang". Artinya, kalau
(pemerintah) ingin agar anggaran untuk sebuah proyek segera cair,
setorlah uang (kepada wakil rakyat) terlebih dulu.

Dijamin, kalau setorannya pas,dana pun mengucur.Itu sebabnya banyak
wakil rakyat yang berkeberatan dengan wacana pembubaran Badan Anggaran
di lembaga legislatif. Alasannya jelas: itu "proyek" mereka. Inilah
Indonesia. Benar, hampir dalam semua urusan mesti ada uang tunainya.
Untuk memarkir kendaraan, misalnya, hampir-hampir tak ada lahan publik
yang bebas dari petugas parkir, baik yang berseragam resmi maupun tidak.

Tapi keduanya sama saja: sama-sama tidak memberikan karcis parkir meski
kita sudah membayar ongkos parkir. Berikut ini saya kutipkan beberapa
berita aktual. Pertama, 17 Oktober lalu, Bupati (nonaktif) Lampung Timur
Satono divonis bebas dari dakwaan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) senilai Rp119 miliar.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang,Bandar Lampung, menilai
jaksa penuntut umum tidak bisa membuktikan seluruh pasal yang didakwakan
secara berlapis. Padahal,jaksa menuntut 12 tahun penjara.Hanya selisih
dua hari, 19 Oktober, giliran mantan Bupati Lampung Tengah Andi Ahmad
Sampurna Jaya divonis bebas dari tuntutan 10 tahun penjara dalam perkara
korupsi APBD senilai Rp28 miliar.

Beberapa hari sebelum itu, ada juga terdakwa korupsi yang dibebaskan.
Mochtar Muhammad,Wali Kota Bekasi (nonaktif), dibebaskan oleh Pengadilan
Tipikor Bandung. Mochtar dituntut 12 tahun penjara dan denda subsider
enam bulan oleh jaksa KPK karena didakwa melakukan empat perkara.
Bayangkan, ketiga pejabat yang didakwa korup dan dituntut hukuman
minimal 10 tahun penjara itu bebas.

Tidakkah ini merupakan indikator bahwa pemberantasan korupsi di Tanah
Air menapaki jalan terjal? Sudah sanksi hukum bagi para koruptor lemah,
komisi antikorupsi (KPK) pun terusmenerus dilemahkan oleh berbagai
pihak. Tak pelak, bersoraklah para pelaku kejahatan luar biasa itu
karena Indonesia masih merupakan surga bagi mereka.

Maka, jangan heran kalau hasil survei KPK barubaru ini menyebutkan
Kementerian Agama menduduki peringkat terbawah dalam indeks integritas
dari 22 instansi pusat yang diteliti. Ironis! Para birokrat yang
pekerjaan sehariharinya mengurusi agama justru paling rakus mencuri uang
negara.

Mempermalukan

Atas dasar itulah upayaupaya memerangi korupsi dari segala sisi patut
didukung pelbagai pihak dan kalangan.Kebijakan Kementerian Hukum dan HAM
untuk menghapus pemberian remisi bagi para koruptor, misalnya, jelas
harus didukung.Tak penting benar apakah kebijakan itu disebut
"moratorium" atau "pengetatan syarat pemberian remisi". Sebab yang jauh
lebih penting adalah tujuan di balik kebijakan itu: demi semakin
menggentarkan para koruptor (maupun calon koruptor) agar tak mudah
melaksanakan niat busuknya.

Kita harus menyadari bahwa korupsi adalah sebentuk kejahatan luar biasa.
Karena itulah kita harus memeranginya dengan cara-cara yang luar biasa
pula. Maka ide yang dilontarkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD
baru-baru ini layak dipertimbangkan untuk dijadikan kebijakan
antikorupsi berikutnya. Menurut Mahfud, para koruptor layak ditempatkan
di kebun khusus yang didirikan di sebelah kebun binatang."Saya putus asa
(menghadapi koruptor).

Saya punya ide gila. Buat saja kebun koruptor di samping kebun binatang.
Kalau Bambang Widjojanto terpilih (sebagai ketua KPK),saya mau
mengusulkan itu," ujar Mahfud beberapa waktu lalu. Kini Bambang
Widjojanto telah terpilih menjadi salah satu pimpinan KPK.Meskipun
Bambang tidak menjadi ketua komisi antikorupsi itu, kiranya Mahfud tetap
bersemangat memperjuangkan ide gilanya itu menjadi kenyataan.

Meski ide tersebut,menurut Mahfud, terkesan main-main, kita berharap
kelak dapat menjadi terobosan dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia. Sungguh kita tak dapat membayangkan apa jadinya bangsa ini ke
depan jika tumor korupsi bukannya menjinak, tetapi justru mengganas.
Mungkin selama ini negara memang salah bersikap terhadap koruptor.

Bayangkan,selain memberi "hadiah"berupa diskon masa tahanan setiap
tahunnya, negara pun pernah memberi "anugerah" berupa pengampunan kepada
seorang koruptor karena alasan sakit parah. Setelah bebas, si koruptor
langsung diterbangkan ke vila pribadinya di sebuah perbukitan di
Kalimantan Timur. Seterusnya ia beristirahat di sana, di rumah asri
seluas 30 hektare yang dilengkapi dengan istal kuda, area berkuda,
landasan helikopter, dan kebun kelapa sawit.

Ternyata ia masih kaya-raya.Tidakkah ini melukai rasa keadilan kita?
Inilah yang membuat kita miris dan bertanya: kalau begitu mampukah
praktik korupsi diperangi secara signifikan? Ketua Eksekutif Economic
and Financial Crimes Commission (EFCC) Nigeria, Mallam Nuhu Ribadu,
pernah berkata, "Kita punya masalah sama: kita cenderung memberi hormat
kepada orang yang justru tak layak dihormati.

Kamu melecehkan dirimu, kamu melecehkan kebijakanmu. Kamu punya
kesempatan yang baik, tapi kamu membuat para pencuri itu tetap jadi
pencuri karena kecenderungan itu. Ini masalah tentang manusia, jadi
jangan ada toleransi bagi para koruptor itu. Bawa mereka ke depan hukum.
Di Nigeria, kami menangkap para koruptor kakap dan ini membuat trickle
down effect." (Tempo, 16/9/2007).●

VICTOR SILAEN
Dosen FISIP
Universitas Pelita Harapan (UPH)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/452078/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar