Rabu, 21 Desember 2011

[Koran-Digital] RHENALD KASALI: Mitos tentang Krisis

Mitos tentang Krisis PDF Print
Thursday, 22 December 2011
Beberapa tahun lalu, saat krisis moneter tengah melanda Indonesia, Carol
Dweck mengumpulkan sekitar 400 remaja dan memberi mereka puzzle sederhana.

Mereka diberi dua kalimat yang masingmasing terdiri atas enam kata. Yang
satu bunyinya begini: "You must be smart at this." (Kalian harus cerdas
pada soal ini).Satunya lagi: "Youmusthave workedreallyhard."(Kalianpasti
bekerja sangat keras). Kalimatkalimat itu diberikan untuk mengetahui
perbedaan sikap dari apa yang tiap orang percayai atau miliki. Setelah
diberi dua jenis puzzle tadi, diketahui sebagian besar remaja memilih
kalimat pertama.Anak-anak kelompok ini terdiri atas orang-orang yang
sangat mengedepankan

pentingnya inteligensi (kecerdasan) sehingga kata "smart" sangat penting
bagi mereka. Adapun yang kedua terdiri atas anak-anak yang percaya pada
kata "hard work"."Mereka ini umumnya melakukan sesuatu bukan untuk
sukses," kata Dweck. Namun, menurutnya, hal itu karena mereka ingin
mengeksplorasi tantangantantangan yang menarik. Sukses adalah soal
belakangan, bukan menjadi permulaan. Kepada mereka semua diberikan
tawaran untuk memilih satu jenis soal dari dua pilihan. Pilihan pertama,
soal-soal yang mudah,yangkedua,soal-soal sulit. Anda tahu apa yang terjadi?

Menyadari Krisis: Tidur!

Anak-anak yang mengklaim dirinya "smart"dan senang menyebut dirinya
"smart worker" atau mengedepankan inteligensi ternyata tidak mau
mengambil soal-soal yang sulit. Mereka ingin sukses dan bagi
mereka,orang smartharus lulus dan memilih yang mudah.Dua pertiga
responden smart tersebut dicatat psikolog Dweck memilih soal yang mudah.
Kata Dweck,"Mereka takut kehilangan label smart yang melekat pada diri
mereka dengan menghindari tantangan.

" Rupanya mendapat label smart dan hebat mengundang beban psikologis
yang berat dan ini bisa membuat manusia menghindar dari
tantangan-tantangan alam yang sulit. Sebaliknya, orang-orang yang tidak
terbebani oleh label "smart" berjalan lebih ringan. Sebanyak 90% di
antara mereka justru memilih soal yang sulit. Bodohkah mereka? "Bukan,"
kata Dweck.Namun mereka tidak tertarik untuk dianggap sukses atau ingin
cepatcepat menunjukkan hasil, apa lagi dinilai "kaya". Kata sukses,
kaya,dan smartkalah enak. Tidak elok bila dibandingkan dengan kata
"upaya", "kerja keras",dan "tantangan".

Mereka yang merasa cerdas umumnya takut gagal, takut mencoba sesuatu
yang baru, dan mudah cemas begitu keadaan berubah atau terancam oleh
kata "krisis". Sebaliknya, mereka yang tak merasa cerdas dan selalu
berorientasi pada kerja keras justru menikmati suasana krisis dan tidak
kehilangan kepercayaan diri. Pembaca yang baik, harihari ini kata-kata
krisis kembali berbunyi keras di antara para pelaku usaha dan CEO
menyusul merambahnya krisis keuangan ke beberapa negara Eropa.

Dari studi Dweck tadi jelaslah, kita selalu akan menemukan dua jenis
CEO.Yang satu takut dan mudah kehilangan kepercayaan diri, sedangkan
yang satu lagi EGP (emangnya gue pikirin) dan cenderung kata orang Jawa
Timur sebagai "agak bonek". Anda mau tahu hasil studi lanjutan yang
dilakukan Dweck? Kepada kedua kelompok respondennya itu Dweck lalu
memberi soal yang sama dengan yang dikerjakan kelompok pertama
tadi,yaitu soal yang mudah. Kelompok yang merasa cerdas tadi ternyata
mendapatkan skor 20% lebih rendah daripada pekerjaannya semula.

Dalam bahasa manajemen, saya menyimpulkan, produktivitas mereka justru
merosot setelah badai berlalu sekalipun soalnya tidak lebih sulit. Di
sisi lain,kaum pekerja keras justru mengalami kenaikan kinerja sebesar
30%. Kesulitan dan kegagalan telah membuat mata mereka terbuka dan
hormon mereka penuh. "Anak-anak yang mendewa- dewakan kecerdasan dan
merasa pintar menghambat motivasi mereka untuk maju dan meracuni kinerja
di masa depan." Itulah sebabnya di masamasa seperti ini, para CEO perlu
bertransformasi diri dari merasa cerdas menjadi bekerja keras.

Attitude is everything. Krisis itu bukanlah yang terjadi secara
merata,susah tidak akan dialami sama oleh setiap orang. Sama halnya
dengan kebalikannya saat Anda membaca berita-berita bagus seperti
kenaikan rating investment grade Indonesia. Mereka yang beruntung
bukanlah mereka yang merasa smart, melainkan mereka yang mau
mengeksplorasi berbagai kesempatan baru di masa depan.

Jadi saya sependapat dengan almarhum Peter Drucker yang mengatakan,cara
terbaik mengetahui tentang keadaan masa depan adalah dengan menjelajahi
masa depan itu sendiri dengan penuh kesungguhan. Bukankah soal hasil
sudah ada yang menentukan? Tapi apa dan bagaimana Anda mengerjakannya
membuat hasil itu jadi berbeda.●

RHENALD KASALI
Ketua Program MM Universitas Indonesia

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/453769/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar