Rabu, 21 Desember 2011

[Koran-Digital] Kejujuran Rahmad Darmawan

Kejujuran Rahmad Darmawan
Tri Wahono | Kamis, 22 Desember 2011 | 07:07 WIB


Oleh Yulia Sapthiani

KOMPAS.com - Seusai mengundurkan diri sebagai pelatih Tim Nasional Sepak
Bola Indonesia Usia di Bawah 23 Tahun (U-23), Rahmad Darmawan mendapat
banyak dukungan. Respons yang tak diduganya itu muncul karena pelatih
yang mengantarkan Indonesia meraih medali perak SEA Games 2011 tersebut
mengekspresikan kejujurannya.

"Ketika memutuskan keluar dari timnas, saya tidak berpikir apa yang saya
lakukan didukung atau tidak. Saya hanya jujur mengatakan apa yang ada di
dalam hati," kata Rahmad ketika ditemui di rumahnya di kawasan Karawaci,
Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu.

Hari itu, sejak pagi Rahmad sibuk membagi waktunya untuk menerima media
yang belum juga berhenti membahas sikapnya. Pada 13 Desember lalu,
pelatih yang akrab disapa RD ini memberikan surat pengunduran diri
sebagai pelatih Timnas U-23 kepada PSSI. Selain merasa bertanggung jawab
karena kegagalan Indonesia meraih medali emas, keputusan tersebut juga
didasari kekecewaannya kepada PSSI yang melarang atlet dari luar
kompetisi PSSI membela tim nasional.

Memilih berhenti sebagai pelatih timnas bukan karena Rahmad menyerah.
Dia justru menginginkan adanya pemikiran yang cerdas dari para pengurus
sepak bola di negeri ini demi menghasilkan pemain terbaik untuk membela
timnas.

Dikotomi antara kompetisi Liga Prima Indonesia dan Liga Super Indonesia
menunjukkan, pengurus sepak bola di negeri ini belum bisa menggelar
kompetisi yang berkualitas. Hal inilah yang menurut Rahmad menjadi salah
satu dari empat faktor penyebab Indonesia kesulitan berprestasi di
tingkat internasional, termasuk di level terendah, yaitu Asia Tenggara.

Tiga hal lain yang juga diabaikan adalah pengembangan pemain muda,
infrastruktur, dan penyiapan tenaga pelatih. Padahal, keempat faktor
yang saling berkaitan ini menjadi dasar terbentuknya kekuatan timnas.

"Dengan kondisi seperti ini, jangankan seorang RD, Jose Mourinho—Pelatih
Real Madrid, Spanyol— pun akan sulit untuk membawa Indonesia ke
pra-Piala Dunia karena tidak tersedianya semua elemen untuk membangun
sebuah tim," komentar Rahmad.

Meski selalu kisruh, pelatih yang berpangkat kapten marinir ini masih
memiliki harapan kondisi sepak bola Indonesia akan membaik. Langkah
awalnya adanya pembenahan di tubuh PSSI. Setelah itu, barulah menata
empat faktor yang dikatakan Rahmad.

Untuk masa depannya sendiri, Rahmad telah menetapkan hati akan tetap
berada di jalur teknis. Rahmad memandang dirinya akan tetap menjadi
pelatih atau pengurus PSSI yang bertanggung jawab atas hal teknis di
lapangan. Ayah dari dua anak ini juga bercita-cita membangun akademi
sepak bola.

Filosofi

Karier Rahmad di dunia sepak bola dimulai dengan menjadi pemain di
beberapa klub, di antaranya Persija Jakarta dan Persikota Tangerang.
Rahmad juga pernah membela Timnas Indonesia pada 1986-1994.

Awal kariernya sebagai pelatih dimulai di Kota Tangerang, tepatnya
bersama Persikota. Rahmad kemudian memperluas pengalaman melatih dengan
memilih keluar dari Tangerang dan Jakarta, kota tempatnya meniti karier.

Sekembalinya mengikuti kursus kepelatihan di Jerman, dia memilih
berlabuh di Persipura Jayapura dan mengantarkan klub itu menjadi yang
terbaik di Liga Indonesia 2005.

Tangan dinginnya juga mengantarkan Sriwijaya FC meraih gelar yang sama,
dua tahun kemudian. Tak hanya itu, klub yang bermarkas di Palembang,
Sumatera Selatan, tersebut juga menjuarai Piala Indonesia tiga kali
berturut-turut, 2007-2009.

Di samping terkenal sebagai pelatih lokal tersukses, Rahmad juga dikenal
sebagai pelatih yang memiliki atlet yang loyal. Ketika memutuskan pindah
dari Persikota ke Persipura, misalnya, beberapa pemain mengikuti langkah
Rahmad. Begitu pula ketika pelatih yang hobi bernyanyi dan mengoleksi
topi ini hengkang dari Sriwijaya ke Persija. Sebanyak 19 pemain juga
memilih mengikuti langkah Rahmad meski akhirnya hanya sembilan orang
yang dikontrak Persija.

"Saya sendiri kaget karena tidak mau dikatakan menggembosi pemain. Saya
lalu memberikan pemahaman bahwa mereka tak boleh mengambil keputusan
hanya karena ingin ikut saya. Mereka harus memikirkan juga kepentingan
sendiri dan keluarga," ungkap Rahmad.

Rasa hormat yang akhirnya memunculkan sikap loyal pemain terjadi karena
filosofi melatih yang selalu dijalankan pria kelahiran Lampung ini. Dia
selalu berprinsip, pelatih tak akan berarti apa-apa jika tidak ada
pemain. Prinsip ini kemudian ditularkan kepada pemain bahwa mereka tak
berarti apa pun tanpa pelatih dan sesama rekan pemain.

Berdasarkan nilai-nilai inilah Rahmad tak menoleransi atlet yang merasa
dirinya pemain bintang. Dia tak segan memberikan sanksi kepada mereka
yang bersikap tak profesional karena merasa dirinya hebat. Hal ini
beberapa kali dibuktikan dengan mencoret pemain bintang dari tim atau
tidak menurunkannya dalam pertandingan, baik di klub maupun timnas.

Rahmad juga selalu berprinsip menggali potensi dan mengesampingkan
sejenak nilai negatif seorang pemain. "Ketika ada pemain dengan teknis
bagus, tetapi memiliki mental jelek, saya akan memilihnya untuk masuk
tim. Di perjalanan, ketika dia menampakkan sifat negatif, saya rangkul
untuk diberi pengertian. Ketika dia mengulang hal yang sama, saya beri
sanksi di depan semua anggota tim," tutur Rahmad, memberi contoh.

Dengan prinsip tersebut, Rahmad berhasil mendekatkan diri kepada pemain
dari sejumlah daerah dengan berbagai karakternya. Apalagi, perbedaan
karakter kerap muncul di lapangan meski sepak bola sebenarnya memiliki
bahasa universal.

Ketika melatih di Jawa, kata Rahmad lagi, dia memiliki tantangan agar
pemain menjalankan program latihan sepenuh hati. Sebaliknya, di Papua,
tantangannya adalah membuat pemain mau datang berlatih.

"Ketika sudah datang, setiap pemain Papua akan mengeluarkan kemampuan
mereka 100 persen. Motivasi mereka tidak perlu diragukan. Di Papua,
setiap orang berkompetisi menjadi pahlawan olahraga karena olahragalah
yang mengangkat nama baik mereka," ujarnya.

Secara tersirat, Rahmad ingin menyampaikan bahwa pengurus olahraga
haruslah memahami karakter masyarakat tiap-tiap daerah. "Jadi, hati-hati
mengurus sepak bola kalau tidak paham karakter masyarakatnya," kata Rahmad.


http://bola.kompas.com/read/2011/12/22/07072258/Kejujuran.Rahmad.Darmawan

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar