Kamis, 22 Desember 2011

[Koran-Digital] EDITORIAL Jangan Telantarkan Industri

Kita tidak boleh terlena, apalagi tertipu, oleh pertumbuhan ekonomi yang
mencapai lebih dari 6,5 persen. Lihatlah sektor-sektor yang menopangnya.
Sektor industri, yang semestinya dikembangkan karena akan menyerap
banyak tenaga kerja, justru merana. Pemerintah belum juga membereskan
berbagai hambatan di sektor ini.

Dalam tujuh tahun terakhir, sumbangan industri terhadap pertumbuhan
terus menurun. Sampai triwulan ketiga 2011, kontribusi industri
pengolahan hanya 23,9 persen. Padahal, pada 2004, sumbangan sektor ini
masih 28,1 persen—angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Inilah
masalah penting yang perlu diperhatikan pemerintah. Jika Indonesia ingin
disebut sebagai negara industri, sumbangan sektor ini sekurang-kurangnya
40 persen.

Telantarnya industri kita bisa dilihat dengan mata telanjang. Dalam
penjualan sepatu, misalnya, omzet perdagangan dalam negeri mencapai Rp
27 triliun per tahun. Tapi, apa lacur, 60 persen dari omzet tersebut
ditempati sepatu produksi Cina. Begitu pula dalam soal tekstil.
Sepanjang 2006-2008, banyak perusahaan tekstil kita yang tutup akibat
kalah bersaing dengan produk impor.

Dibanding Cina, Indonesia memang tertinggal jauh.

Dalam daftar yang dirilis United Nations Industrial Development
Organization (UNIDO), Cina berada di peringkat pertama, sedangkan
Indonesia di ranking ke-38. Bahkan banyak kalangan menyebut negara kita
sedang mengalami proses deindustrialisasi. Tak sedikit industriwan yang
beralih menjadi pedagang karena banyak kendala di sektor industri.

Margin keuntungan kalangan industri selama ini tergerus oleh ekonomi
biaya tinggi, dari proses perizinan sampai kegiatan pengapalan. Korupsi
dan pungutan liar makin menjadi di instansi pemerintah yang berhubungan
dengan pengusaha. Semua ini membuat hasil industri kita sulit bersaing
dengan produk impor.

Perekonomian kita berkembang lantaran ditopang antara lain oleh sektor
primer, seperti pertambangan, perkebunan, dan kehutanan. Tapi, pada
saatnya, sektor ini akan habis, baik cadangan maupun produksinya.

Keterbatasan lahan juga akan jadi masalah. Pendek kata, sektor industri
harus diperbaiki agar daya tahan perekonomian kita lebih baik.

Bank Indonesia sebetulnya sudah memulainya dengan menurunkan suku bunga
acuan (BI Rate) justru ketika banyak negara melakukan yang sebaliknya.
Suku bunga saat ini adalah yang terendah sejak 2005. Sayangnya, masih
banyak pihak di kalangan perbankan yang enggan menurunkan suku bunga
pinjaman. Pelaku usaha masih kesulitan mendapatkan biaya dana yang
murah, dan konsumen juga tidak mendapat insentif untuk berbelanja.
Akibatnya, secara agregat sulit bagi sektor industri meningkatkan
kapasitas produksinya.

Pemerintah mesti pula membereskan pekerjaan rumah yang sudah
bertahun-tahun ditelantarkan, yakni infrastruktur yang buruk dan
pemberantasan korupsi yang kian melemah. Predikat negara layak investasi
yang kini diraih bisa menjadi sia-sia jika masalah ini tak segera diatasi.

Menciptakan kondisi yang nyaman bagi industri merupakan keharusan jika
kita menginginkan perekonomian yang jauh lebih sehat. Dalam jangka
panjang, penguatan industri juga akan mendorong pertumbuhan lebih tinggi
dari yang sekarang, sekaligus berkelanjutan.

http://epaper.tempo.co/PUBLICATIONS/KT/KT/2011/12/23/ArticleHtmls/Jangan-Telantarkan-Industri-23122011003015.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar