Kamis, 22 Desember 2011

[Koran-Digital] TAJUK, Menangkal Suap dan Pemerasan

TAJUK, Menangkal Suap dan Pemerasan PDF Print
Friday, 23 December 2011
Boleh juga cara yang digunakan Rommy Hartono Theos, seorang saksi kasus
korupsi di Takalar, Sulawesi Selatan, saat bertemu Kepala Kejaksaan
Negeri Rakhmat Harianto.

Dalam pertemuan itu,Rommy merekam pembicaraan dengan telepon
seluler.Terbongkarlah aib, di mana sang jaksa mencoba memeras Rommy uang
senilai Rp500 juta. Hasil rekaman itu dimasukkan ke dalam cakram DVD
sebagai barang bukti saat melaporkan tindakan Rakhmat. Cara-cara seperti
dilakukan Rommy memang perlu untuk memupus praktik-praktik korupsi yang
tidak kunjung habis.Sejak reformasi 13 tahun lalu, boleh dibilang
korupsi justru makin berkembang.

Korupsi makin bervariasi dengan cara-cara makin rumit. Kata Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, korupsi sekarang bahkan makin marak di daerah.
Satu bentuk korupsi yang paling sering dilakukan adalah suap. Model lain
adalah pemerasan oleh penegak hukum. Berbagai kasus suap dan pemerasan
di banyak lembaga berhasil diungkap KPK. Misalnya di Komisi Pemilihan
Umum (KPU), Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Yudisial (KY), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), serta banyak lembaga lainnya. Di KPK, penyidik
AKP Suparman bahkan pernah divonis karena suap.

Meskipun sudah banyak yang tertangkap dan terungkap, kasus suap dan
pemerasan tak juga berhenti.Setiap saat datang silih berganti. Maka itu,
cara-cara seperti yang dilakukan Rommy merekam pembicaraannya dengan
jaksa bisa dicoba sebagai salah satu kiat menjebak pelaku korupsi. Di
luar itu, butuh cara-cara lain yang di luar akal agar budaya korupsi,
terutama suap dan pemerasan, sedikit demi sedikit makin terkikis. Sebuah
lembaga swadaya masyarakat di India, Fifth Pillar, misalnya,punya cara
cerdas untuk mengampanyekan pemberantasan suap.

Mereka menerbitkan uang rupee palsu dalam jumlah jutaan lembar bernilai
nol rupee.Ada gambar Mahatma Gandhi dalam uang palsu itu serta tulisan,
saya berjanji tidak memberi atau menerima suap. Masih dari India,
penasihat ekonomi utama Kementerian Keuangan India Kaushik Basu pernah
mengusulkan agar pemberi suap bebas dari tuntutan hukum.Usulan muncul
karena di India, hukum memperlakukan pemberi dan penerima suap sebagai
tindak kejahatan.Basu menilai,hal ini mempersulit pembasmian para
pejabat yang korup karena pemberi suap juga melanggar hukum.

Jika mengeluh,pemberi suap terkena risiko penuntutan. Nah,apabila
pemberi suap dilegalkan,kepentingan pemberi dan penerima bertabrakan,
dan sangat mungkin si pemberi akan melaporkan dan penerima suap akan
tertangkap. China juga punya cara-cara yang mengandalkan teknologi untuk
menjerat koruptor. Pemerintah China menyusun situs internet di setiap
provinsi yang memungkinkan publik menyampaikan laporan tentang
hakim-hakim nakal. Laporan itu secara otomatis akan terkirim ke situs
pusat. Ketika sebuah laporan masuk, hakim diminta merespons laporan
dalam kurun 10 hari.

Pengawas hakim lantas diwajibkan mengabarkan penanganan terhadap keluhan
publik di situs tersebut.Dengan cara ini,pelapor akan mendapatkan
jawaban apakah laporannya diurus atau diabaikan. Segala macam cara
memang perlu dilakukan untuk memupus korupsi yang berakar kuat dan
tumbuh subur.Peran masyarakat akan sangat membantu pengungkapan
kasus-kasus korupsi tersembunyi.

Lebih penting lagi, untuk membersihkan lantai korupsi yang kotor,sapunya
harus bersih,dan pembersihan harus dimulai dari atas

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/454146/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar