Kamis, 22 Desember 2011

[Koran-Digital] EDITORIAL - Lahan untuk Pembangunan

Regulasi yang mampu memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan selama ini masih sulit diwujudkan.''

LAHAN telah menjadi momok kronis bagi pembangunan. Banyak proyek pembangunan terhenti atau terbengkalai karena terganjal oleh soal pembebasan lahan yang tak kunjung terselesaikan.

Salah satunya menyangkut sektor infrastruktur.
Kerumitan lahan telah memakan korban betapa buruknya mutu infrastruktur Indonesia dewasa ini.
Akibatnya Indonesia dianggap sebagai tempat yang tidak menarik bagi investasi di antara negara-negara ASEAN.

Padahal, infrastruktur menjadi salah satu kunci agar sebuah bangsa mampu berkembang dan maju.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai membuat kegiatan ekonomi menjadi mudah, murah, efektif, dan efisien.

Kini, ganjalan berupa pembebasan lahan yang kerap mengganggu dan menghambat pembangunan infrastruktur telah dihilangkan. DPR pada 16 De sember telah mengesahkan Undang-Undang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Undang-undang itu jelas membuka banyak harap an. Sebagai contoh, UU itu akan memberikan kepastian hukum baik bagi masyarakat, pengusaha, maupun pemerintah. Warga pemilik tanah yang dibebaskan demi kepentingan publik akan memperoleh kompensasi wajar.

Begitu juga bagi kalangan dunia usaha, mereka bisa melakukan perhitungan bisnis lebih feasible dan reasonsible. Tanah yang dibebaskan akan ditangani tim penilai independen melalui sejumlah kriteria yang transparan, kredibel, dan akuntabel.

Fakta memang memperlihatkan banyak pembangunan infrastruktur, entah jalan tol, jalan raya, bandara, pelabuhan, jalur rel kereta api, waduk, jembatan, dan fasilitas publik lainnya terbengkalai hanya gara-gara harga tanah melejit setinggi langit.

Padahal, infrastruktur itu bermakna strategis bagi kepentingan umum. Misalnya, penyediaan lahan pertanian untuk irigasi dan pasar di kawasan perdesaan atau pembangunan rumah layak huni bagi buruh.

Undang-undang pengadaan lahan ini tidak berjalan mulus di DPR. Pro dan kontra amat keras. Pemerintah memaksa harga lahan rendah dengan argumen untuk kepentingan umum. Publik menganggap dalam praktik, pembebasan lahan bagi proyek-proyek infrastruktur merupakan bisnis yang amat menggiurkan.

Rakyat pemilik tanah melihat pengorbanan yang dipaksakan demi kepentingan umum ternyata menguntungkan pedagang, calo, dan mafia tanah.
Terjadi ketimpangan antara yang berkorban dan yang beruntung.

Dalam perspektif itulah Undang-Undang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum mesti ditempatkan. Bagaimanapun, publik masih trauma dengan jargon-jargon pembangunan untuk kepentingan umum, tetapi pada kenyataannya hanya menyengsarakan rakyat.

Karena itu, kontroversi seputar undang-undang itu hanya bisa diminimalkan lewat pembuatan regulasi yang berpihak kepada rakyat, bukan kepada kaum bermodal. Regulasi yang mampu memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan selama ini masih sulit diwujudkan.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/23/ArticleHtmls/EDITORIAL-Lahan-untuk-Pembangunan-23122011001021.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar