Senin, 26 Desember 2011

[Koran-Digital] Upaya Menghalalkan Korupsi

Upaya Menghalalkan Korupsi

Sabtu, 24 Desember 2011 | 04:42 WIB

Sungguh banyak alasan pembenar untuk menggarong duit negara. Ada politikus yang berdalih bahwa ia mesti mengembalikan modal yang mereka habiskan untuk kampanye. Tak sedikit pula yang beralasan harus menyumbang ke partai politik. Ada juga dalih untuk kepentingan agama, seperti yang digunakan oleh Sofyan Usman, seorang politikus Partai Persatuan Pembangunan.

Alasan yang mencengangkan itu masuk dalam pleidoi Sofyan yang disampaikan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, belum lama ini. Terdakwa merasa tak bersalah karena duit suap dari Otorita Batam sebesar Rp 1 miliar tidak dipakai untuk kepentingan pribadi atau memperkaya orang lain. Duit itu disumbangkan untuk pembangunan rumah Tuhan. "Apakah saya, yang seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan berniat membantu pembangunan masjid, pantas dipenjara?"

Betapa kacau jalan pikiran sang terdakwa. Politikus ini mencampuradukkan urusan merampok uang rakyat dengan menyumbang masjid. Duit yang diterima Sofyan masuk kategori suap lantaran diduga berkaitan dengan penyusunan anggaran Otorita Batam Rp 85 miliar dalam APBN Perubahan 2009. Andaikata tak ada biaya-biaya siluman seperti ini, tentu anggaran Batam tak tergerus dan rakyat akan lebih diuntungkan.

Sofyan, yang juga terpidana kasus cek suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, semestinya berpikir lebih jernih. Ia tak perlu menyumbang ke masjid bila memang tidak memiliki uang yang diperoleh secara halal. Dalil bahwa Sofyan tak menikmati secara langsung uang itu tidaklah menghapus tindakan yang jelas berkategori menerima suap. Soalnya, ia tak mungkin memperoleh duit tersebut jika bukan anggota DPR.

Tujuan mulia—menyumbang untuk pembangunan masjid—juga tidak bisa membuat uang korupsi yang haram menjadi halal. Tindakan ini malah menodai nilai-nilai agama. Bagaimana mungkin Tuhan menerima sedekah yang didapat dengan melanggar aturan? Ibadah bukanlah alat untuk mencuci uang.

Begitu pula dalih lain, seperti terpaksa korupsi lantaran memerlukan banyak duit untuk menyantuni konstituen dan menyumbang partai. Alasan ini terlihat masuk akal, tetapi tidak bisa diterima. Kalau betul partai politik atau rakyat di daerah memerlukan dana atau program pembangunan, bukankah seorang politikus bisa mengupayakannya secara legal? Justru inilah tantangan mereka sebagai anggota DPR.

Tingginya biaya politik merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh kalangan politikus itu sendiri. Soalnya, mereka memiliki kekuasaan membuat aturan permainan, mulai undang-undang pemilu sampai undang-undang partai politik. Jangan bebankan lagi urusan ini kepada rakyat dengan merampok anggaran yang semestinya diberikan secara penuh untuk mereka.

Semakin kentara, semua dalih itu sebetulnya hanyalah alasan pembenar bagi tindakan jahat para politikus. Mereka mau enak sendiri. Hidup para politikus telah dibiayai oleh negara, tapi mereka masih menyalahgunakan wewenang untuk menguras uang rakyat. Bahkan, untuk menyumbang masjid pun, di antara mereka ada yang memakai duit tak halal.

http://www.tempo.co/read/opiniKT/2011/12/25/1725/Upaya-Menghalalkan-Korupsi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar