Minggu, 25 Desember 2011

[Koran-Digital] EDITORAIL Orang Utan, Riwayatmu Kini...

SAVE KOMODO!
SAVE PONGO!


Sungguh biadab jika orang utan, yang seharusnya dilestarikan, ternyata enteng saja dibantai demi kelapa sawit dan uang. Bukan hanya orang kecil dan penduduk lokal yang terlibat perbuatan keji ini.

Penangkapan dan pembantaian yang kian gawat dalam dua tahun terakhir ini diduga dilakukan pula oleh para centeng perkebunan kelapa sawit besar atas perintah bos-bos mereka, para pemilik kebun sawit kakap, di antaranya pengusaha dari Malaysia.

Bukti kejahatan sudah di depan mata. Seekor induk orang utan ditemukan dikubur dengan bekas pukulan di sana-sini. Kedua pergelangan tangannya terluka, jari-jarinya putus. Aparat juga sibuk mengidentifikasi beberapa tengkorak Pongo pymaeus morio, jenis primata dilindungi, ini yang menjadi bulan-bulanan warga Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Ancalong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Polisi baru menangkap tiga tersangka pelaku pembantaian di area perkebunan kelapa sawit PT Prima Citra Selaras, medio Desember lalu.

Para pelaku sudah sepatutnya dihukum setimpal.

Polisi mesti bekerja keras mengejar mereka yang kini jadi buron. Primata langka yang cuma bisa melahirkan empat kali sepanjang hayat itu ditombak lebih dulu dengan kayu runcing, baru kemudian diparang beramai-ramai setelah lemas. Perbuatan sadistis ini bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Menurut Center for Orangutan Protection, dalam satu dasawarsa terakhir sudah 12 ribu orang utan dibantai. Primata itu dianggap merusak kebun kelapa sawit.

Penangkapan dan penetapan tersangka terhadap pegawai bawahan itu tidaklah cukup. Para atasan eksekutor orang utan harus juga diperiksa. Namun, jangankan menangkap bos-bos besar, polisi bahkan belum menetapkan Sri Winarto, Manajer PT Prima Citra Selaras, sebagai tersangka. Padahal, menurut pengakuan para tersangka, Sri mengetahui tindakan keji itu. Toh, dia hanya manajer biasa. Polisi juga harus berani menyentuh para cukong dan pemilik perkebunan sawit besar yang menjadi biang kerok pembantaian primata itu.

Tak ada yang salah dengan bisnis kelapa sawit.

Masalahnya, makin maraknya kebun kelapa sawit— diawali dengan pembabatan hutan alam—telah merusak ekosistem dan mempersempit habitat orang utan. Selama dua dasawarsa belakangan ini, orang utan telah kehilangan 80 persen area habitatnya.

Pemerintah seharusnya menganggap kejadian buruk ini sebagai ancaman serius. Tidak hanya bagi upaya pelestarian orang utan, tapi juga bagi usaha menjaga keseimbangan ekosistem. Bayangkan jika suatu saat nanti orang utan hanya tinggal nama.

Solusi lain kudu dikedepankan. Kementerian Kehutanan kembali harus menegaskan sikapnya untuk sama sekali tak memberi ruang dan membuka izin baru bagi eksploitasi lahan-lahan konservasi. Kalau perlu, cabut saja izin usaha perkebunan sawit yang terbukti membantai orang utan. Sedangkan orang utan yang tersisa dan masih selamat perlu segera dievakuasi ke tempat yang aman dari tangan keji para pembantai.

http://epaper.tempo.co/PUBLICATIONS/KT/KT/2011/12/26/ArticleHtmls/Orang-Utan-Riwayatmu-Kini-26122011003004.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar