Minggu, 25 Desember 2011

[Koran-Digital] MOHAMAD SOBARY: Petani Tembakau Ditampar

Petani Tembakau Ditampar PDF Print
Monday, 26 December 2011
Natal juga dirayakan oleh sebagian para petani tembakau di Tanah Air
kita. Iman Kristen yang telah menyebar sejak dulu hingga ke segenap
pelosok, di lembah dan di gunung-gunung, membuat petani—juga petani
tembakau—menjatuhkan pilihan bebas untuk menjadi bagian dari komunitas
orangorang beriman,yang mewarnai hidup ini dengan ajaran kasih dan damai
yang begitu mencolok.


Sikap damai, yang tulus, berkembang dari kearifan ajaran: jika ditampar
pipi kirimu, berikan pula pipi kananmu. Boleh jadi itu simbol yang
maknanya lebih luas lagi. Bisa saja begini: jika kau dihina sekali,
jangan risaukan. Jika dihina lagi, diamkan saja. Anggap kau bersedekah
kepada yang menghinamu. Dan jika dihina untuk ketiga kalinya? Turunkan
kesabaran dari "langit" agar kau ikut menyumbang kedamaian di
bumi.Kesabaran mencegah bencana kebakaran, yang dimulai dari dalam
hatimu sendiri. Api dari dalam, tak merembet ke luar. Kau turut berjasa
bagi kehidupan.

Sudah pasti, pengamalannya tak sesederhana mengkhotbahkannya di atas
mimbar. Hina-menghina di sawah atau di ladang pasti lain ceritanya. Tapi
kematangan usia boleh jadi diikuti kematangan iman dan iman yang makin
matang memperluas ruang kesabaran di dalam jiwa.Maka, di sawah,dan di
ladang pun,kesabaran berbuah keteduhan. Dan damai merambat perlahan,
membentuk kebiasaan hidup dan perilaku terpuji. Apa yang semula berupa
ajaran—yang disampaikan dalam khotbah-khotbah para rohaniwan di
gereja—di tangan para petani berubah menjadi tata kehidupan yang damai.

Dan kedamaian itu teruji oleh sejarah kehidupan mereka sendiri,menjadi
sebuah tradisi. Panen tahun ini bagus.Dan petani bersyukur. Harga
tembakau di pasaran pun bagus karena konon pabrik-pabrik bersedia
membelinya hampir dua kali lebih mahal. Para petani pun bersyukur lebih
dalam.Natal tahun ini dengan demikian diwarnai rasa syukur demi rasa
syukur berkesinambungan. Pak Jakob, pendiri dan pemilik harian
Kompas,memiliki idiom bagus: bersyukur tanpa akhir. Ungkapan rohaniah
ini mewarnai kegembiraan pada ulang tahunnya yang ke-80, 27 September
lalu.Dengan begitu apakah para petani tembakau itu pun mengamalkan cara
bersyukur yang terus-menerus, tiada akhir,seperti Pak Jakob? Panen bagus
membuat para petani tembakau berduit.

Tenteram.Kecukupan. Kemudian ada suasana psikologis yang berubah:
tingkat konsumsi mereka naik. Rumah-rumah dirobohkan, diganti bangunan
baru yang lebih bagus, lebih kokoh, dan membawa rasa bangga. Para dealer
motor setempat tak mampu melayani pembelian secara instan. Petani, yang
membeli motor—juga mobil— harus sabar menunggu setidaknya sekitar dua
bulan. Biarpun di dalam iman sudah terlatih bersabar,tuntutan untuk
bersabar menunggu motor atau mobil baru kelihatannya agak lain.Tapi
mereka pun menunggu dan menunggu. Bahkan seperti tak terasa, ujian ini
lewat.

Di sini pun kesabaran itu menang. Petani tembakau itu jelas kategori
wong cilik. Pendidikannya terbatas. Pengalamannya terbatas. Namun mereka
tak terlalu berharap pada kemurahan hati pemerintah. Mereka bisa
memerintah diri mereka sendiri. Mereka pun tak terlalu berharap akan
perlindungan pemerintah, yang memanggul mandat konstitusi untuk memberi
mereka perlindungan. Tiap warga negara—juga petani tembakau—memiliki hak
hidup. Mereka juga memiliki hak bekerja dan berusaha untuk kehidupan
yang layak. Tapi tak diberi perlindungan pun mereka nerimo dan sabar
dengan kesabaran yang terlatih baik.

Mereka taat dan menerima dengan baik ketika diatur pemerintah. Rakyat
yang baik memang harus taat pada pemerintah. Bila aturan pemerintah
terasa mengandung semangat ancaman kepunahan dan makin jelas untuk
melarang mereka bertanam tembakau? Jelas tidak adil. Di sana tak ada
semangat perlindungan. Bahkan bertentangan dengan konstitusi. Itu
melawan hak asasipetani.Peraturanpemerintah menteri, gubernur, bupati,
dan segenap "perda"lain, biarpun masih agak sembunyi-sembunyi, intinya
jelas memojokkan para petani tembakau. Dalam hal ini pemerintah hanya
tampil sebagai penguasa.

Argumen dasarnya: pemerintah yang berkuasa yang mengatur gerak
birokrasi. Yang penting birokrasi bergerak dan ada hasilnya. Mereka tak
bisa menimbang halhal yang manusiawi. Birokrasi memang memuakkan. Di
dalamnya tak ada makna perenungan dan perdebatan. Pemerintah hanya
memandang hidup ini pasal aturan, pelaksanaan, atau penolakan. Terhadap
penolakan, pemerintah itu kejam. Pengendalian dampak tembakau dan
pembatasan tempat merokok demi kesehatan masyarakat sudah diterima
dengan baik.Petani pun tahu,hal itu berarti membatasi ruang gerak mereka.

Penghasilan akan dengan sendirinya berkurang.Tapi toh para petani
taat,meskipun tak begitu jelas, sebenarnya seberapa sahih argumen
kesehatan itu? Kalau sudah sahih, mengapa merambah ke wilayah moral dan
harus ada fatwa bahwa merokok haram? Suntikan dana asing untuk membuat
keretek haram, kita tahu, bertali-temali dengan kepentingan bisnis rokok
asing,yang mengucurkan dana itu. Pura-pura tak tahu akan adanya
konspirasi kejam ini jelas zalim.Mereka, yang purapura tidak tahu itu,
termasuk pemerintah, telah zalim terhadap diri sendiri dan zalim
terhadap petani.

Kaum aktivis, profesional, ilmuwan, rohaniwan pun tidak tahu bahwa
mereka bagian dari konspirasi dagang yang kejam, yang memberi keuntungan
pihak asing sambil mencekik warga negara sendiri? Mereka mengaku tidak
tahu? Demi Tuhan yang tak pernah lalai,betapa nista ketidaktahuan— bila
benar—mereka tidak tahu. Kita kecewa menyaksikan mereka ikut menciptakan
noda hitam di dalam sejarah petani tembakau.Dan kita lebih kecewa lagi
melihat mereka ikut dengan kejam membiarkan "para petani tembakau itu
ditampar pipi kirinya".●

MOHAMAD SOBARY
Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk
Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan.

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/454716/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar