Tuesday, 20 December 2011
Perdebatan soal cara menyikapi persoalan subsidi bahan bakar minyak
(BBM) yang menggerus makin dalam anggaran negara mulai mengerucut.
Perdebatan kini terbatas pada dua sudut pandang yang masing-masing
mempunyai argumen mendasar. Pendapat pertama merekomendasikan kenaikan
harga BBM subsidi, sedangkan pendapat kedua sepakat untuk membatasi
konsumsi BBM subsidi. Dari dua pendapat tersebut, pemerintah harus
bersikap secepatnya mengingat anggaran subsidi yang terus melangit dari
target semula sebesar Rp129,7 triliun diperkirakan melambung menembus
Rp170 triliun hingga akhir tahun ini.
Pendapat yang merekomendasikan kenaikan harga BBM bersubsidi diusung
oleh sejumlah kalangan,mulai dari pengusaha yang tergabung dalam
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), para akademisi,sejumlah analis
ekonomi,hingga Bank Dunia.Sementara pendukung pendapat yang mengusulkan
pembatasan konsumsi BBM subsidi datang dari pemerintah dan sejumlah
pakar ekonomi serta Komite Ekonomi Nasional (KEN). Di mata
pengusaha,kebijakan menaikkan harga BBM subsidi jauh lebih realistis
dibanding sejumlah opsi yang pernah ditawarkan kepada pemerintah tak
terkecuali opsi pembatasan konsumsi.
Dari sisi implementasi jauh lebih mudah daripada melakukan pembatasan
konsumsi di mana pemerintah selama ini diliputi kebingungan dari mana
harus memulainya.Logikanya, kalau harga dinaikkan,angka subsidi bisa
ditekan kemudian dialihkan untuk pembangunan infrastruktur yang sangat
dibutuhkan untuk memutar roda perekonomian. Sebuah fakta lain
membuktikan bahwa BBM subsidi (premium) tidak hanya terkuras karena
dikonsumsi masyarakat,tetapi juga terjadi penyelewengan yang dipicu
perbedaan harga (disparitas) BBM yang cukup tinggi.
Jadi,tidak sepenuhnya benar tuduhan selama ini bahwa konsumsi BBM
subsidi melampaui target yang dipatok pemerintah karena pertumbuhan
penjualan kendaraan bermotor yang tak terkendali. Kalaupun jebolnya
target BBM subsidi dikambinghitamkan pada penjualan kendaraan bermotor,
itu sebuah salah kaprah. Penjualan kendaraan bermotor yang terus
bertumbuh sebuah pertanda bahwa roda perekonomian berjalan mulus. Justru
yang harus dipikirkan bagaimana pemerintah terus memperbaiki dan
menambah infrastruktur terutama jalan-jalan yang semakin sempit karena
arus kendaraan bermotor yang bertambah banyak.
Yang wajib dilakukan pemerintah, tegas Ketua Apindo Sofjan
Wanandi,segera menaikkan harga sehingga subsidi BBM bisa ditekan
kemudian dialihkan untuk pembangunan infrastruktur." Kalau pembatasan
konsumsi, cara kontrolnya bagaimana? Mana bisa dibatasi,wongnegara
demokrasi,didemo semua nanti.Paling baik harga BBM subsidi itu
dinaikkan,"kata Sofjan. Bagi pemerintah, menaikkan harga BBM subsidi
dibutuhkan keberanian tersendiri dengan berbagai sudut harus
dipertimbangkan.
Karena itu, jangan berharap terlalu banyak agar pemerintah mengikuti
cara berpikir kalangan pengusaha. Pemerintah lebih sepakat dengan usulan
KEN yang merekomendasikan agar menghindari untuk menaikkan harga BBM
subsidi tahun depan. Pertimbangannya, kondisi perekonomian global yang
masih fluktuatif dengan berbagai ketidakpastian.
Usulan kenaikan harga BBM subsidi memang sungguh menyeramkan bagi
pemerintah, tetapi juga harus diingat bahwa pembatasan konsumsi punya
konsekuensi yang tidak kecil.Yang jelas, kita berharap paling lambat
kuartal pertama tahun depan sudah ada kepastian kebijakan untuk
mengatasi subsidi BBM yang sudah tidak sehat terhadap anggaran negara
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/453099/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar