Rabu, 07 Desember 2011

[Koran-Digital] Sudibyo Alimoesa: Strategi Menghadapi Problem Kependudukan

Strategi Menghadapi Problem Kependudukan
Sudibyo Alimoesa Sekretaris utama BKKBN Pusat

PADA akhir Oktober 2011, seluruh negara termasuk Indonesia memperingati
lahirnya bayi ke-7 miliar di negara masing-masing. Laju pertambahan
manusia di bumi dianggap bergulir terlalu cepat. Penambahan penduduk 1
miliar dicapai hanya dalam waktu 12 tahun setelah pada 1999 penduduk
dunia masih mencapai angka 6 miliar jiwa.

Diperkirakan, setiap hari 10 ribu bayi lahir dan setiap tahunnya
penduduk Indonesia bertambah sekitar 3,5 juta4 juta jiwa. Kondisi
seperti ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk
nomor empat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat.

Potensi ancaman ledakan penduduk ke depan, yang sudah di depan mata itu,
sejatinya membuat kita merenungkan bersama arti dari pertambahan
penduduk rata-rata 4 juta itu.

Dengan laju pertambahan penduduk sekitar 1,49%, jumlah penduduk
Indonesia itu bisa mengalahkan jumlah penduduk Amerika Serikat pada 2060
nanti.

Secara teoretis, pertumbuhan penduduk harus seimbang dengan pertumbuhan
ekonomi.

Ekonomi Indonesia yang hanya mampu tumbuh maksimal 5%-6% dinilai tidak
seimbang dengan rata-rata laju pertambahan penduduk Indonesia pada saat
ini.

Pasalnya, pertambahan penduduk berdampak pada beban subsidi yang wajib
disediakan penyelenggara negara. Ratusan

juta manusia ini tentu membutuhkan akses pangan, sandang, energi,
listrik, akses air bersih dan area permukiman.

Seandainya negara gagal menyediakan berbagai kebutuhan dasar kehidupan
tersebut, niscaya bangsa ini bakal menuai berbagai persoalan di kemudian
hari.
Rawan pangan Pertumbuhan penduduk yang terlalu pesat dan tuntutan akan
ketahanan pangan global akhir-akhir ini menjadi perhatian banyak pihak.
Laju pertambahan penduduk menuntut ketersediaan pangan secara murah dan
mudah. Jika keseimbangan itu gagal tersedia, walhasil bakal muncul
masalah kerawanan pangan yang identik dengan potret kemiskinan.

Sebagaimana diketahui, alihalih menuju capaian pemenuhan ketersediaan
pangan yang seimbang, daya tampung dan daya dukung lingkungan negara ini
justru menuju ke arah yang berkebalikan. Alam dan lingkungan bergerak ke
arah yang semakin tidak ideal. Perubahan iklim global memengaruhi pola
produksi pangan nasional.

Di situlah ujung dari potensi bahaya kerawanan pangan yang lebih meluas
di Tanah Air.
Bila merujuk data Badan Ketahanan Pangan Nasional, pada saat ini saja
27,5% penduduk Indonesia terkena rawan pangan. Kondisi rawan pangan ini
secara otomatis akan diikuti berbagai masalah kesehatan terutama masalah
kecukupan gizi.

Dengan jumlah penduduk yang terlalu besar, rasanya mustahil jika
Indonesia hanya mengandalkan impor untuk menambal kebutuhan pangan
rakyat. Swasembada makanan pokok mutlak dibutuhkan karena surplus
produksi dari negara lain tidak akan mampu memenuhi kebutuhan nasional.

Kebutuhan beras Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Asia.
Rata-rata konsumsi beras per kapita mencapai 130 kg. Dengan asumsi
jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa, dibutuhkan sedikitnya 34 juta
ton beras per tahun.
Padahal, produksi beras dalam negeri hanya sekitar 38 juta ton per tahun.

Itu berarti surplus kita hanya se banyak 4 juta ton beras. Surplus ini
sejatinya cukup menjadi cadangan kebutuhan selama dua bulan saja.
Kondisi yang kurang lebih sama umumnya juga terjadi pada stok kebutuhan
lain.
Dengan adanya penurunan produksi beras pada bebera pa panen terakhir,
bisa jadi dalam waktu dekat jika ne gara tidak waspada, bencana rawan
pangan mungkin terjadi.
Progam kependudukan Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan pangan
nasional setidaknya terkait langsung dengan aspek kependudukan dan
pertanian. Guna menghindari lonjakan konsumsi beras nasional secara
drastis, perhatian terhadap kebijakan pe ngendalian jumlah penduduk
sangat diperlukan. Dari situ bisa disimpulkan, program keluarga
berencana (KB) masih relevan dengan upaya penurunan kuantitas dan
peningkatan kualitas penduduk.

Masalah kependudukan tetap menjadi isu yang sangat penting dan mendesak
bagi pembuat kebijakan. Sebab, isu kependudukan selalu terkait dengan
aspek pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk,
dan pengarahan mobilitas penduduk.

Sebagai gambaran, akses pangan sangat terkait dengan distribusi penduduk
dan sentra produksi pangan yang tidak merata. Saat ini, proporsi
penduduk Pulau Jawa mencapai lebih dari 57% penduduk Indonesia.

Tekanan penduduk yang terlalu besar di Jawa menyebabkan konversi lahan
pertanian menjadi nonpertanian di Pulau Jawa cukup tinggi. Padahal Jawa
merupakan sentra produksi pangan nasional, terutama beras. Dari kondisi
tersebut bisa ditarik kesimpulan, perlu ada strategi persebaran penduduk
ke luar Jawa untuk mengurangi tekanan terhadap sektor pertanian di Jawa.
Selain itu, perlu dikembangkan sentra produksi pangan nasional di luar
Pulau Jawa.

Harus kita akui bersama, dalam 10 tahun terakhir ini, persoalan
kependudukan agak kurang mendapatkan perhatian.

Kita harus sadar setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil
Sensus 2010 yang menyatakan jumlah penduduk men

capai 237,6 juta jiwa. Jumlah itu sejatinya merupakan prediksi jumlah
penduduk kita untuk dua tahun ke depan.

Oleh karena itu, sangatlah tepat jika Presiden RI memerintahkan
pelaksanaan berbagai langkah konkret dengan segera untuk mengatasi
persoalan ini. Untuk itu, pembentukan Grand Design Pembangunan
Kependudukan (GDPK) sangat penting. Hadirnya GDPK dapat menjadi acuan
dalam mengatur lima pilar kependudukan, yaitu pengendalian kuantitas
penduduk, peningkatan kualitas penduduk, pembangunan keluarga sejahtera,
pengaturan persebaran dan mobilitas penduduk, serta penataan database
kependudukan.

Sudah saatnya segenap pihak kembali memperhatikan masalah kependudukan
yang telah lama dipinggirkan sejak masa reformasi bergulir. Jika kita
kembali mengulang kesalahan dalam mengatur masalah kependudukan, apa
boleh buat, sebagai konsekuensinya negara harus siap menghadapi berbagai
krisis multidimensi dalam 15-30 tahun ke depan.

Bila kita tidak mampu menyediakan pangan, bakal timbul bencana
kelaparan. Bila tidak mampu menyediakan energi terbarukan, akan timbul
kekurangan listrik, pupuk, dan mahalnya transportasi. Jumlah penduduk
yang besar memang dapat menjadi penggerak ekonomi agar semakin kuat.

Namun, penduduk yang besar dengan kualitas yang rendah malah berpotensi
menghambat kemajuan pembangunan.


http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/08/ArticleHtmls/Strategi-Menghadapi-Problem-Kependudukan-08122011014019.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar