Senin, 19 Desember 2011

[Koran-Digital] Sepanjang 2011 Sarat Dusta

Penyelesaian masalah bangsa menanti big bang dari komandan tertinggi bangsa.

JALAN pemerintahan sepanjang 2011 dipenuhi dengan dusta yang dilakukan oleh para pemangku negara sehingga banyak persoalan yang tidak dapat terselesaikan.

“Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah melihat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada 2011 ini penuh dusta.

Banyak pendustaan di dalam berbangsa dan bernegara, terutama dari para pemangku negara,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan itu saat memberi sambutan pada Refleksi Akhir Tahun bertema Tahun penuh dusta masihkah ada asa tersisa? yang berlangsung di PP Muhammadiyah. Hadir dalam acara itu di antaranya mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi, Wakil Ketua DPD Laode Ida, dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti.

Din mencontohkan, bangsa Indonesia yang besar dan memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi dijual kepada pengusaha asing. Bahkan, sengaja direkayasa melalui kebijakan yang koruptif.

Din menilai, jika persoalan yang ada tidak dapat diselesaikan dengan baik, akan menjadi masalah yang semakin kro

nis. “Jalan keluarnya adalah ledakan dahsyat dari komandan tertinggi bangsa ini. Tapi sayang big bang itu tidak bisa dilaksanakan, saya khawatir big bang itu datangnya dari bawah,” ujarnya.

Hasyim Muzadi menilai, pada situasi saat ini terjadi keterbalikan paradigma. “Dalam bidang hukum, banyak sarjana hukum yang mendapatkan hukuman. Hal itu disebabkan karena tidak adanya ‘fakultas’ keadilan. Mereka justru menjual beli hukum,” katanya.

Politik kata-kata Berdasarkan laporan akhir tahun 2011 dari hasil pemantauan Setara Institute, Ketua Badan Pekerja Setara Institute Hendardi menegaskan kebebasan beragama dan berkeyakinan belum mendapatkan jaminan utuh dari negara.

“Kondisi sekarang tidak lebih baik dari tahun sebelumnya. Susilo Bambang Yudhoyono hanya melemparkan pernyataan. Kata-kata yang meluncur deras, pencitraan lebih dimunculkan, dibanding kesungguhan untuk mewujudkan toleransi,” ungkap Hendardi.

Hendardi menyebutkan, selama 2011 terdapat 19 pernyataan tentang toleransi dari Presiden Yudhoyono. Namun, kenyataannya pelanggaran tetap tinggi. “Presiden lebih mempresentasikan politik kata-kata dibandingkan bertindak,” katanya.

Wakil Ketua BP Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan kasus yang menonjol selama 2011 di antaranya penyerangan Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Ban

ten dan pembakaran gereja di Temanggung, Jawa Tengah. Naipospos menambahkan, pelanggaran terhadap kebebasan agama dalam lima tahun terus tinggi. Pada 2007 pelanggaran kebebasan beragama mencapai 135 peristiwa, pada 2008 menjadi 265 peristiwa.
Pada 2009, pelanggaran yang terjadi turun menjadi 200 peristiwa, namun pada 2010 menjadi 216 peristiwa, dan pada 2011 menjadi 244 peristiwa.
(Ant/P-1)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/20/ArticleHtmls/Sepanjang-2011-Sarat-Dusta-20122011005014.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar