Minggu, 11 Desember 2011

[Koran-Digital] ROMLI ATMASASMITA: Kekuatan Moral di Balik Putusan Bebas

Kekuatan Moral di Balik Putusan Bebas PDF Print
Monday, 12 December 2011
Putusan bebas dalam perkara pidana bukan hal yang terlarang karena ada
pijakan hukum dalam KUHAP.Semua sarjana hukum pasti harus sudah
mengetahui. Tetapi,mengapa putusan bebas dalam perkara korupsi menjadi
heboh luar biasa?


Hal ini disebabkan masyarakat telah memandang korupsi sebagai kejahatan
yang luar biasa dan membawa akibat kerugian negara yang sangat
signifikan sehingga dianggap tidak pantas/ tidak layak terdakwa korupsi
dapat dibebaskan. Pandangan ini keliru karena hukum tidak membedabedakan
orang dan harus diperlakukan sama di muka hukum sekalipun terdakwa
korupsi ketika dibandingkan dengan perkara maling ayam atau terorisme.

Pandangan ini benar jika putusan bebas terdakwa korupsi adalah hasil
rekayasa seperti penyuapan terhadap hakim atau jaksa penuntut umum.
Apakah makna kedua pandangan tersebut? Kedua pandangan tersebut
mengisyaratkan kepada kita bahwa pemeriksaan perkara pidana termasuk
perkara korupsi harus didasarkan pada ketentuan UU Hukum Acara Pidana
yang berlaku.

Lalu harus diperkuat oleh fakta persidangan dan putusan pengadilan harus
diambil berdasarkan keyakinan hakim dan minimal dua alat bukti yang
terbukti di muka persidangan. Jika terbukti dan hakim yakin, putusan
pengadilan menjadi bebas. Jika perbuatan yang dituduhkan terdakwa
terbukti, tetapi ada unsur pembenar atau penghapus pidana, putusan
pengadilan adalah dilepaskan dari segala tuntutan pidana.

Jika perbuatan terdakwa terbukti dan hakim berdasarkan dua alat bukti di
persidangan berkeyakinan terdakwa bersalah,putusan pengadilan adalah
menghukum terdakwa.Sistem hukum acara pidana Indonesia secara objektif
telah memuat ketentuan tentang jenis putusan pengadilan yang dipandang
adil dan sesuai dengan nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam
masyarakat Indonesia.

Multitafsir

UU Korupsi tahun 1999 yang diubah dengan tahun 2001 memang diakui memuat
ketentuan-ketentuan yang rentan multitafsir seperti unsur melawan hukum.
Sekalipun telah ada putusan MKRI mengenai penafsiran hukum yang
dibenarkan dari sudut UUD 1945, tetapi tetap saja masih ada putusan
pengadilan yang menafsirkan unsur melawan hukum dengan fungsi yang
positif yaitu apriori harus menghukum, bukan sebaliknya menafsirkan
unsur melawan hukum yang negatif, yang dapat membebaskan terdakwa.

Perbedaan penafsiran hukum itu merupakan hal yang lazim terjadi. Namun,
jika hakim majelis memiliki satu pendapat yaitu harus menghukum dalam
perkara korupsi, sikap hakim tersebut tergolong "abuse of power" karena
sikap tersebut tidak mencerminkan imparsialitas dan integritas seorang
hakim.

Putusan bebas atau menghukum atau dilepas dari segala tuntutan pidana
harus dihormati oleh siapa pun, termasuk penuntut umum karena masih ada
upaya hukum yang disediakan di dalam KUHAP kecuali untuk putusan bebas.
Namun, praktik pengadilan sampai saat ini masih terdapat yurisprudensi
yang membolehkan penuntut umum mengajukan perlawanan terhadap putusan
bebas melalui upaya banding atau kasasi dengan alasan teknis yuridis
semata-mata.

Hal ini sulit dipahami sebagian besar orang awam termasuk terdakwa yang
diputus bebas karena bagi mereka hukum adalah hukum, harus dibaca dan
ditafsirkan sebagaimana tertulis di dalam UU-nya. Pandangan ini
sesungguhnya sejalan dengan asas lex certa yaitu bunyi ketentuan tidak
boleh di multitafsirkan dan harus dibaca sebagaimana bunyi ketentuannya.

Mengapa demikian,karena hukum pidana merupakan "pisau bermata dua"yaitu
di satu sisi berfungsi menghukum terdakwa dan sekaligus melindungi orang
lain dari kejahatan. Dengan dua fungsi tersebut, penggunaan hukum pidana
tidak boleh berada dalam keragu-raguan. Jika hal ini terjadi, pilihan
hakim satu-satunya hanyalah membebaskan terdakwa, bukan malahan
menghukumnya; inilah salah asas fundamental hukum pidana yang telah
dianut dan berkembang sejak abad ke 18.

Praduga

Pisau hukum pidana yang tajam itu sejak diundangkannya selalu dikawal
oleh asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan di sinilah
letak perbedaannya dengan pisau hukum perdata atau hukum administrasi
negara. Namun dalam praktik,pengawalan asas praduga tak bersalah sering
disubstitusi sebagai asas praduga bersalah (presumption of guilt).

Meski demikian, penegak hukum seperti itu melupakan satu hal yang
fundamental yaitu bahwa seseorang yang diduga melakukan kejahatan adalah
seorang sosok manusia bukan "hewan peliharaan" yang setiap saat dapat
dicampakkan begitu saja. Di sinilah titik persoalan sesungguhnya dari
judul tulisan ini bahwa terdakwa adalah tetap seorang homo sapiens
termasuk salah satu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Menjadi jelas kiranya mengapa putusan pengadilan di Indonesia
menggunakan irahirah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa". Seorang hakim harus diakui sebagai "wakil Tuhan YME"di dunia yang
fana ini. Ketiga jenis putusan tetap harus dihormati oleh semua pihak
termasuk oleh negara sendiri yang diwakili penuntut umum.

Adapun upaya hukum yang masih diperbolehkan menurut hukum acara
merupakan cara untuk mencapai kepastian hukum dan keadilan dengan cara
menemukan kebenaran materil dari suatu perkara pidana. Jika upaya hukum
tersebut telah dilaksanakan dan tiba pada putusan pengadilan yang sudah
memperoleh kekuatan hukum tetap, kewajiban jaksa sebagai wakil negara
untuk melakukan eksekusinya tanpa ditunda-tunda dengan alasan apa pun.

Dalam hal putusan bebas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
eksekusi harus segera dilaksanakan karena penundaan eksekusi satu hari
pun adalah pelanggaran terhadap hak dan kemerdekaan terdakwa yang
bersangkutan.

Di sinilah kekuatan moral spiritual sila perikemanusiaan yang adil dan
beradab sebagai nilai luhur bangsa Indonesia yang telah menempatkan
Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia.● ROMLI ATMASASMITA
Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/450855/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar