Jumat, 09 Desember 2011

[Koran-Digital] MUHAMAD HARIPIN: Quo Vadis Penghormatan HAM ?

Quo Vadis Penghormatan HAM ? PDF Print
Saturday, 10 December 2011
Kondisi HAM di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Hak prinsipil
warga negara untuk hidup tenteram, sejahtera, dan bebas dari ancaman
belum dapat dilaksanakan sepenuhnya.


Negara yang semestinya menjamin terpenuhinya HAM, tidak jarang, malah
menjadi pelanggar utama. Kasus kekerasan yang menimpa kaum miskin kota
dalam kasus penggusuran, atau dalam konteks lebih luas,kekerasan
sistematik terhadap penduduk asli di tanah Papua, memperlihatkan bahwa
negara, melalui aparatur penegak hukum maupun keamanannya, telah
bertindak sewenang-wenang dan abai terhadap asas perikemanusiaan yang
adil dan beradab.

Namun, pelanggaran HAM tidak melulu berkaitan dengan kekerasan
fisik/militer.Korupsi, diskriminasi atas akses sosial ekonomi,
pengerdilan identitas kelompok tertentu,juga termasuk dalam praktik
pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.Dalam kasus ini, pelanggarnya
tidak terbatas kepada negara, tapi juga merembet ke kelompok masyarakat
yang memiliki kekuasaan modal maupun koersif, atau memiliki kedekatan
dengan sumber kuasa.

Dalam beberapa kasus yang sempat ramai diberitakan, misalnya penyerangan
terhadap kelompok Ahmadiyah dan razia paksa terhadap restoran yang buka
saat bulan puasa. Organisasi masyarakat bahkan melakukan kekerasan fisik
dan melakukan tindakan sweeping yang sama sekali bukan wewenangnya
(extrajudicial violence). Di Indonesia dewasa ini state violence berpadu
dengan civil violence.

Kedua tipe kekerasan tersebut sama-sama berakibat destruktif.
Terlebih,hukum dan sistem penegakan hukum di Indonesia telah dengan
mudah dimanipulasi demi kepentingan segelintir orang. Kondisi yang
terjadi adalah pelaku kekerasan tidak tersentuh dan—atau bahkan dapat
dengan mudah—lari dari hukum.

Dengan kondisi seperti itu, potret Indonesia dalam penghormatan terhadap
HAM tampak muram.Kebanggaan sebagai salah satu negara demokrasi ketiga
terbesar di dunia dan anggota G-20 menjadi pudar ketika dihadapkan
kepada wajah bopeng pelanggaran HAM.

Penghormatan HAM

Dalam rangka peringatan Hari HAM Sedunia tahun ini, yang jatuh pada 10
Desember,negara dan masyarakat perlu diingatkan kembali mengenai urgensi
penghormatan terhadap HAM. HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada
tiap individu. Kalaupun dengan bernegara, warga meletakkan sebagian
haknya untuk dibatasi oleh negara, bukan berarti negara lantas bisa
bertindak semaunya.

Relasi negara-masyarakat di Indonesia mesti diletakkan dalam koridor
demokrasi. Penguatan negara (strong state) bukan berarti masyarakat
lemah (weak society),atau sebaliknya. Peningkatan kapabilitas dua
entitas tersebut pada aspek tertentu sulit dipungkiri akan berlangsung
secara divergen karena perbedaan kepentingan maupun perspektif.Namun,
pada aspek lain,kondisi konvergen pun mungkin terjadi.

Dalam urusan penghormatan atas HAM inilah semestinya konvergensi
tersebut terjadi: negara dan masyarakat sepakat bahwa HAM merupakan
prioritas dalam setiap kebijakan pemerintah,baik itu untuk pembangunan
yang berdimensi ekonomi (development) ataupun keamanan strategis (security).

Komnas HAM

Dalam konteks ketatanegaraan, peran 'lembaga khusus' seperti Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjadi penting untuk
dikedepankan. Serupa dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Komnas
HAM semestinya tidak sungkan untuk bertindak progresif dalam penegakan
HAM di Indonesia.Komnas HAM memosisikan dirinya di 'sepatu' korban,
bukan penguasa atau pelanggar HAM.

Instrumen hukum tentang HAM telah tersedia,di antaranya UU 39/1999
tentang HAM, UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM,UU 12/2005 tentang
Ratifikasi Kovenan Internasional untuk Hak-Hak Sipil dan Politik,serta
UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.Permasalahan
yang sedari dulu hingga kini mendera adalah implementasi berkelanjutan
serta konsisten atas berbagai regulasi tersebut.

Pada kondisi demikian,Komnas HAM semakin diperlukan sebagai lembaga yang
memiliki militansi dan imparsialitas dalam menyelidiki serta
mengadvokasi penyelesaian pelanggaran HAM. Perhatian serius terhadap
kinerja Komnas HAM perlu diberikan dan publik pun jangan sampai luput
mengawasi.Terlebih, belakangan ini ada tendensi Komnas HAM bersikap
plin-plan.

Komnas HAM sudah saatnya berhenti menjadi 'lembaga ratapan.' Tiap
pelapor yang mengadu haknya dilanggar patut mendapat kepastian serta
keyakinan bahwa Komnas HAM memiliki nyali sekaligus taji guna membela
mereka.Wewenang yang telah dimiliki pun mesti dipergunakan semaksimal
mungkin bagi penegakan HAM secara holistik sekaligus substantif,dan
tercapainya keadilan bagi korban.

Tanpa harus bersikap keras terhadap negara, peran Komnas HAM yang lebih
bersikap imparsial dalam membela rakyat adalah suatu keniscayaan jika
Komnas HAM tak ingin kehilangan pamornya di mata masyarakat.Selamat Hari
HAM Sedunia! ● MUHAMAD HARIPIN Peneliti di Pusat Penelitian Politik
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/450496/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar