Minggu, 11 Desember 2011

[Koran-Digital] M SOBARY: Tembakau sebagai Obat

Tembakau sebagai Obat PDF Print
Monday, 12 December 2011
Kelihatannya, tulisan John Josselyn tentang pemanfaatan tembakau sebagai
obat, yang dikutip Wanda Hamilton untuk bukunya, Nicotine War, dari
tulisan CA Weslager, Magic Medicine of the Indian, kita menemukan
informasi yang berkebalikan dengan sikap pihak-pihak yang antitembakau.

Josselyn menyebutkan, tembakau bisa melancarkan pencernaan, meringankan
encok, sakit gigi, mencegah infeksi, bisa membikin badan hangat, tapi
sekaligus bisa menyejukkan mereka yang berkeringat, memulihkan semangat
yang sudah loyo, serta mencegah nafsu makan.

Tembakau bahkan bisa membunuh kutu rambut dan telurnya,dan tumbukan
daunnya yang masih hijau bisa menyembuhkan luka, bisa dibikin sirup
untuk aneka penyakit, dan bisa dijadikan asap untuk sakit tuberkolusis,
batuk paru-paru dan rematik, dan semua penyakit akibat hawa dingin yang
lembab. Selama berabad-abad, suku Indian,yang memiliki peradaban
canggih,menggunakan tembakau untuk obat sebagaimana disebutkan di atas.

Tradisi pengobatan itu terpelihara dalam lintas abad yang panjang.
Namun,kepentingan bisnis farmasi Amerika,dengan dukungan dokter-dokter
ahli yang meyakinkan, menyatakan tembakau berbahaya.Orang harus berhenti
merokok. Obat yang dipakai menghentikan merokok dibuat pabrik farmasi.
Dan pabrik farmasi bisa membikin rokok sintetis tanpa tembakau.

Di halaman 111 buku Hamilton, Nicotine War tadi, kita temukan
kesangsian: argumen untuk membangun kesehatan publik, yang ditempuh
Amerika Serikat, lama-lama menimbulkan pertanyaan: ini program
menyelamatkan nyawa manusia apa memaksakan obat dan agenda? Setelah para
ahli mempelajari kekuatan tembakau sebagai obat, orang bisa membuat obat
lain—yang bukan tembakau—dan menjadikan obatnya sebagai satu-satunya
rujukan obat bagi penyakitpenyakit tertentu.

Sekali lagi, temuannya bisa diracik dari kandungan tembakau,tapi untuk
memusuhi dan membunuh tembakau. Perhitungan daganglah— dan kepentingan
politik dagang— yang menjadi penyebab gencarnya 'perang melawan
tembakau'. Argumen kesehatan publik diutamakan.Faktor ekonomi—bahwa
orang miskin bisa makin miskin karena merokok— menjadi argumen tambahan.

Agar lebih dramatis, disebutlah 'baby smokers', dan banyak labeling yang
membunuh harkat tembakau yang pada hakikatnya—seperti dipertahankan
berabad-abad di masyarakat suku Indian—merupakan obat, disebut sumber
penyakit. Dengan membaca uruturutan logis argumen Hamilton di dalam
Nicotine War tadi,kita menjadi tahu bahwa tradisi hebat suku Indian itu
bukan mati dalam perjalanan melintasi abad ilmu pengetahuan, melainkan
dibunuh secara semena- mena,dengan kebohongan ilmiah, untuk kepentingan
dagang.

Sekali lagi, tradisi hebat itu bukan mati, melainkan dibunuh. Apa yang
sampai di negeri kita, usaha membunuh tembakau— artinya membunuh
kebenaran ilmiah juga—dibantu dengan kekuatan rohaniah. Karena argumen
kesehatan tak terlalu meyakinkan,dan argumen ekonomi tak membikin
guncangan yang diharapkan, berikutnya digunakan argumen moral untuk
mengharamkan tembakau—di sini bahasa teknisnya mengharamkan merokok—dan
perang total melawan tembakau pun meluas ke seluruh dunia.

Pedagang itu jenis manusia yang menempatkan kata hemat pada urutan nomor
satu bagi prioritas nilai hidupnya. Tapi pedagang besar, berskala besar,
memperlihatkan pada kita semangat murah hati, mengucurkan dana besar
seolah tanpa memikirkan untungrugi. Siapa saja yang memiliki potensi
untuk membantunya membunuh tembakau dibantu. Semua pihak yang
menguntungkan diperlakukan sebagai sahabat.

Dan sahabat lebih penting daripada keuntungan. Sikap kapitalis tulen
kelihatan lebih manusiawi daripada sikap pedagang biasa. Rangkul sana
rangkul sini, pesta sana pesta sini,anggur, kemabukan, makanan mewah,
dan bau parfum yang lembut, menandai "persahabatan" dengan semua pihak.
Betul mereka tak menghitung untung-rugi? Semua dihitung. Sudah pasti
dengan sangat cermat agar jangan sampai rugi.

Sikap menyebar dana ke seluruh dunia bukan sikap orang mabuk, melainkan
sikap kapitalis yang sangat waras. Di seluruh dunia ada lembaga-lembaga
yang didanai untuk membantunya membunuh tembakau. Di seluruh dunia ada
tokoh-tokoh— ilmuwan, aktivis, rohaniwan, atau yang agak kelihatan
seperti rohaniwan dan para pejabat negara maupun para anggota DPR—yang
sukarela menjadi sahabat "orang kaya" ini.

Dan kelihatannya mereka inilah yang mabuk karena bantuan tersebut.Mereka
sedemikian mabuk, sampai lupa bahwa "persahabatan"mereka dengan "orang
kaya" itu menghancurkan kepentingan negerinya, bangsanya, dan rakyat,
yang semula. Rakyat, baik petani tembakau, buruh-buruh tani tembakau,
buruh pabrik kretek, pengecer kretek, dan berjutajuta warga yang
bergantung pada mereka,dirugikan oleh sikap bersahabat dari "orangorang
kaya" tadi, dan kita dirugikan oleh orang mabuk, hanya karena merasa
bersahabat dengan orang kaya.

Bagaimanapun, kelihatannya ini cerminan mentalitas kuli.Watak
kuli—maaf—biarpun kelihatan agak terpelajar, dan pernah menikmati
pendidikan tinggi, termasuk di luar negeri, tetap minder biarpun
diam-diam. Jiwanya mudah terpukul oleh pihak yang lebih kaya.Mereka
tunduk pada pemilik uang yang menjamin kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Mentalitas kuli itu juga tampak pada semangat hidupnya untuk "menelan
tanpa mengunyah", argumen para pemilik pabrik farmasi bahwa rokok
berbahaya, dan produk pabriknya yang sehat.Mereka menerima tanpa
"reserve" argumen para pedagang besar yang mencelakai kita itu sebagai
kebenaran. Selebihnya, sikap rendahan juga tampak pada mereka.Melawan
"orang kaya"—apalagi bule yang memberi uang—tidak mungkin.

Maka, mereka gigih melawan bangsanya sendiri. Mereka gencar mengancam
petani. Mereka sebarkan perda, dan ancaman kriminal kepada bangsanya
sendiri. Kepatuhan sudah tumpah seutuhnya pada bos Amerika.
Maka,tembakau sebagai obat, tak boleh disebut, tak boleh diingat,tak
boleh hidup dalam kesadaran.Yang dipompakan ialah kebohongan: tembakau
sebagai sumber penyakit.Dan "koeli-koeli"itu pun patuh.● M SOBARY Esais,
Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi,
Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan.

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/450849/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar