Minggu, 11 Desember 2011

[Koran-Digital] IRMAN GUSMAN; Di Mana Rasa Keadilan Itu?

Di Mana Rasa Keadilan Itu? PDF Print
Monday, 12 December 2011
Di tengah keputusasaan masyarakat akan keadilan di negeri ini,dua
kejadian beruntun terjadi.

Pertama, tertangkapnya Nunun Nurbaeti di Thailand setelah sekian lama
melakukan pelarian ke luar negeri.Terlepas dari kontroversi apa pun,
tertangkapnya Nunun menjadi kabar baik bagi upaya pemberantasan korupsi
setelah Nazaruddin juga berhasil ditangkap di Kolombia, sekaligus kado
istimewa bagi Ketua KPK Busyro Muqoddas yang akan segera berakhir masa
jabatannya.

Kedua,Sondang Hutagalung, mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) yang
membakar diri di depan Istana Negara beberapa waktu lalu, meninggal
dunia. Meninggalnya Sondang menjadi berita duka yang mengiris hati para
penggiat demokrasi dan hak asasi manusia. Kedua kejadian ini memang
paradoks. Tertangkapnya Nunun merupakan bukti bahwa upaya pemberantasan
korupsi mulai menemukan titik terang.

Mulai terlihat ada upaya dari aparatur penegak hukum, terutama KPK,
untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang saat ini mendapat sorotan
masyarakat luas. Kita tentu mengapresiasi upaya-upaya seperti ini.
Karena bagaimanapun korupsi adalah ancaman serius. Jika ada, dugaan itu
harus diproses secara hukum demi kepastian bagi masyarakat.

Semakin tinggi kepastian,semakin tinggi pula tingkat kepercayaan
masyarakat kepada institusi penegak hukum. Namun, meninggalnya Sondang
menyisakan sebuah tanda tanya tentang keadilan yang sesungguhnya.
Sondang merelakan nyawanya demi menyuarakan keadilan dan hak asasi
manusia di depan Istana Negara tanpa pamrih.

Sondang adalah tubuh yang menjadi api suci,membakar jiwanya dalam lautan
keputusasaan yang mendalam.Sondang adalah sebuah pengorbanan tanpa
menghitung untung-rugi. Di mana rasa keadilan itu? Inilah yang
dipertanyakan Sondang ketika melakukan aksi bakar diri.

Negara dan Keadilan Masyarakat

Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa negara dibentuk untuk empat
tujuan yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa,dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Empat tujuan bernegara tersebut
sesungguhnya sangat bertautan dengan keadilan.

Bahkan dalam Pancasila, sila terakhir yang menjadi penutup dari falsafah
dasar negara adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya, keadilan merupakan tujuan utama yang penting. Kita semua
sepakat bahwa kesejahteraan itu tidak hanya diukur dari statistik
ekonomi (pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi,dan investasi),
tetapi juga dari keadilan bagi semua orang, yang mencakup keadilan
hukum, politik, ekonomi, dan sosial-budaya.

Dalam hal ekonomi misalnya, dari tahun ke tahun ekonomi kita memang
terus tumbuh dengan baik.Namun,pertumbuhan itu belum dirasakan dampaknya
secara merata oleh masyarakat, karena pertumbuhan tersebut masih
berpusat di kota-kota besar, didominasi oleh sektor modern,belum
meratanya kualitas pendidikan masyarakat, serta berbagai faktor lainnya.

Pun dari sisi demokrasi, seringkali kita terlalu terlena dengan status
kita sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.Dalam hal
proses,masyarakat dunia memang memberi apresiasi yang besar atas proses
transisi demokrasi yang terjadi.Namun, jika kita jujur melihat, nyatanya
demokrasi, otonomi, dan desentralisasi belum serta-merta berjalan lurus
dengan berkurangnya korupsi, meningkatnya kesejahteraan dan pelayanan
publik (kesehatan dan pendidikan), rasa keamanan, ketertiban, dan
jaminan sosial.

Demokrasi tidak sekadar bertujuan untuk sirkulasi kekuasaan lima tahunan
secara demokratis. Bukan sekadar urusan siapa menjadi presiden, wakil
presiden, anggota DPR dan DPD, menteri, gubernur, bupati, dan wali kota,
melainkan bagaimana negara menciptakan keadilan hukum, ekonomi, politik,
sosial-budaya, meningkatkan kesejahteraan, keamanan, ketertiban, dan
kenyamanan bagi semua warga negara.

Ada fenomena akhir-akhir ini yang membutuhkan sebuah analisis sosiologis
yang mendalam. Bagaimana menjelaskan pembunuhan yang dilakukan para
pelajar yang bermula dari sebuah perkelahian biasa, peraih medali emas
olimpiade matematika yang dibunuh dengan motif pencurian BB, seorang TKW
Tuti Tursilawati yang sedang menunggu eksekusi hukuman mati, dan tentu
masih banyak lagi kejadiankejadian seperti ini di daerah.

Masyarakat kebanyakan sedang berhadapan dengan kenyataan sulitnya
mendapatkan akses ekonomi, kesejahteraan yang masih jauh dari harapan,
ketidakadilan yang makin melebar, korupsi yang makin merajalela, hukum
yang tidak berpihak pada rakyat kecil, rasa aman yang terusik, serta
berbagai fenomena sosial lainnya. Barangkali kondisi-kondisi inilah yang
memicu rasa frustrasi masyarakat.

Mari coba kita tengok sebuah fakta tentang penegakan hukum dan keadilan
di Indonesia. The World Justice Project dalam Rule of Law Index 2010
memberi sebuah penilaian yang sangat memprihatinkan. Dari 35 negara yang
disurvei seperti Amerika Serikat,Swedia, Prancis, Jepang,Korea Selatan,
Spanyol,Australia, Afrika Selatan,Meksiko,Argentina, Turki,Thailand,
Peru, Bolivia, Maroko, dan sebagainya, Indonesia mendapatkan nilai
rendah untuk keadilan (access to justice) dengan peringkat ke-32 dari 35
negara.

Sementara untuk kategori pemenuhan hakhak dasar masyarakat,kita berada
di posisi tengah-bawah di peringkat ke-25 dari 35 negara. Data ini
menunjukkan betapa masih rendahnya komitmen terhadap hukum dan keadilan.
Sistem demokrasi yang kita adopsi ternyata belum mampu memberi
perlindungan hukum kepada warga negara, keadilan bagi semua orang,
karena masih ada diskriminasi serta rendahnya kesadaran akan pentingnya
penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.

Padahal keadilan itu sangat penting.Ada sebuah ungkapan yang sangat
populer, yang seringkali menginspirasi saya,hukum dan keadilan harus
tetap ditegakkan meski langit runtuh. Ungkapan ini menggambarkan betapa
pentingnya penegakan hukum yang dilandasi nilai kejujuran, moral, etika,
dan tanggung jawab. Sebagai negara hukum yang demokratis, hukum harus
memayungi hak-hak semua orang.

Sangat menyedihkan dan miris manakala hukum dipermainkan dan keadilan
diperjualbelikan. Inilah saatnya untuk menegakkan hukum dan mewujudkan
keadilan. Jangan ada lagi pertanyaan yang muncul, di mana rasa keadilan
itu kini berada? ● IRMAN GUSMAN Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/450852/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar