Kamis, 15 Desember 2011

[Koran-Digital] KOMARUDDIN HIDAYAT: Ketika Kata Kehilangan Makna

Ketika Kata Kehilangan Makna PDF Print
Friday, 16 December 2011
Mari sejenak kita perhatikan bayi yang belum bisa berbicara. Jika merasa
sakit,bahasa yang digunakan adalah menangis dan gerak tubuhnya. Kalau
senang, dia tidur pulas,diam atau tersenyum.

Dia belum bisa berkomunikasi dengan menggunakan ungkapan verbal.Yang
primer dan penuh makna adalah bahasa tubuh untuk mengungkapkan perasaan
yang disampaikan dengan jujur,lugas, apa adanya. Dalam masyarakat
primitif yang kosakatanya terbatas–– mirip pertumbuhan anak kecil––,
mereka berkomunikasi tidak menggunakan kosakata sebanyak masyarakat
modern. Atau perhatikan komunikasi dalam rumah tangga.Ada kalanya bahasa
tubuh lebih menonjol dan efektif ketimbang ungkapan verbal.

Misalnya pelukan, senyuman,anggukan kepala, tatapan mata,semuanya itu
lebih sampai pesannya dan langsung mengena dibandingkan bahasa pidato
para politisi atau pejabat negara. Dengan perkembangan teknologi
komunikasi yang lazim digunakan sebagai media sosial, baik media cetak
maupun elektronik, berbagai statemen verbal dan tertulis berhamburan
memenuhi ruang angkasa dan membanjiri serta menyerbu ruang batin kita
melalui pintumatadantelinga.

Dimanapun berada, kita dihadapkan dengan kata-kata. Begitu bangun tidur,
pesawat televisi sudah siap menemani dan menyajikan sarapan
kata-kata.Tinggal pilih saluran televisi yang mana dan menu apa yang
diminati.Di mobil pun siaran radio selalu setia bersama Anda. Demikian
seterusnya daribanguntidursampai hendak tidur lagi, kata-kata bagaikan
lalat atau tawon yang mengejar Anda. Mengapa lalat atau tawon? Karena
kata-kata kadang menimbulkan rasa risih dan bising.

Sulit menemukan ruang yang hening untuk mendengarkan suara hati.Tentu
saja tidak mungkin kita membalikkan jarum sejarah. Perkembangan jumlah
kata dan mesin cetak telah membuat loncatan peradaban manusia.
Penyebaran ilmu pengetahuan berkembang pesat. Coba saja ambil dan
kumpulkan kamus-kamus bahasa di dunia. Sungguh fantastik jumlah
perbendaharaan kata-kata yang digunakan oleh manusia.Hal ini menunjukkan
bahwa dunia manusia itu memang beragam.

Di dalam kata dan bahasa terkandung nilainilai dan adat-istiadat.Kedua,
prestasi manusia sangat mengagumkan dalam membangun dunia simbol berupa
kata-kata. Melalui kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat, paragraf,
dan buku, sebuah bangsa menyimpan dan meneruskan informasi prestasi
peradabannya kepada generasi berikutnya ataupun disampaikan kepada
bangsa lain melalui terjemahan.

Tapi yang menjadi catatan dan keprihatinan kita saat ini adalah ketika
kata-kata telah kehilangan makna dan wibawa. Langit wacana politik
Indonesia bagaikan mendung dengan wajah muram. Wacana dan perdebatan
politik serta hukum berlangsung tanpa nurani dan kejujuran.Saya sendiri
sering ragu ketika mendengar statemen politik dan perdebatan hukum
seputar pemberantasan korupsi.

Saya mulai hafal wajah-wajah aktor yang produktif mengeluarkan statemen
politik dan perdebatan pasal KUHP. Ungkapan-ungkapannya pun mulai terasa
klise. Apakah mereka berbicara tulus dan lugas seperti anak kecil
mengekpsresikan perasaannya ataukah sebuah akrobat logika dan kata-kata
semata mengabdi pada keuntungan uang dan permainan panggung? Kita sadar
betul, dalam kehidupan demokrasi politik dan hukum sangat vital
perannya. Tidak mungkin berdemokrasi tanpa aktor politik dan ahli hukum.

Tapi politik dan hukum tanpa integritas justru akan menambah subur
korupsi karena telah terjadi manipulasi dan penipuan terhadap kebenaran
untuk mengelabui rakyat dan negara.Jadi,ketika terjadi korupsi lalu
proses penyelesaiannya melibatkan pejabat negara dan ahli hukum yang
juga korup, yang terjadi adalah pelembagaan dan perlindungan korupsi.
Dalam kehidupan sosial sehari- hari,jika kata tak lagi bisa
dipercaya,ambruklah bangunan peradaban. Seseorang pun akan kehilangan teman.

Pintu rezeki akan tertutup.Dan sungguh ironis ketika kebohongan itu
dilakukan justru dalam ranah negara yang tugas utamanya adalah mendidik
dan melindungi warganya. Kebohongan itu berlindung di balik institusi
dan sistem sehingga rakyat sulit untuk menunjuk langsung pelakunya.
Hanya saja, akibatnya sangat terasa, kata-kata lalu kehilangan makna dan
wibawa.

Jika dalam komunitas kecil,komunikasi warga bisa langsung dan personal
layaknya dalam sebuah keluarga.Tetapi dalam kehidupan bernegara dan
masyarakat modern, komunikasi sosial berlangsung dalam panggung virtual
lewat media massa. Realitas sosial yang dipoles dan ditampilkan dalam
media massa melalui gambar dan kata-kata sudah melalui proses seleksi
dan seleksi bisa juga terjadi manipulasi.

Di situlah terletak kelebihan dan kelemahan dunia virtual. Dalam
tayangan visual apa yang buruk bisa dipoles dan disulap jadi indah. Atau
sebaliknya. Makanya tidak mengherankan kalau sebagian masyarakat sudah
tak lagi percaya pada katakata dan otentisitas gambar yang disajikan
dalam media massa. Dan sungguh merupakan malapetaka sebuah bangsa ketika
kata-kata dan sabda para pemimpin, pejabat, politisi, dan penegak hukum
telah kehilangan wibawa dan dianggap kurang bermakna di mata masyarakat. 

PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT
Rektor UIN Syarif Hidayatullah

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/452138/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar