Minggu, 18 Desember 2011

[Koran-Digital] IVAN A HADAR: Quo Vadis Pembangunan Manusia Indonesia?

Quo Vadis Pembangunan Manusia Indonesia? PDF Print
Monday, 19 December 2011
Dalam publikasi terbarunya, UNDP mencatat terjadinya penurunan drastis
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dari peringkat ke- 108 pada
2010 menjadi ke-124 pada tahun ini.

Namun,baiknya kita membacanya dengan hati-hati dan mempertimbangkan dua
hal berikut ini. Pertama,untuk tahun ini jumlah negara yang dinilai oleh
UNDP bertambah menjadi 187,sedangkan tahun lalu 169.Kedua,sejak 2010,
pengukuran IPM telah menggunakan kriteria yang berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya.Dengan menggunakan kriteria baru ini,posisi
Indonesia sebenarnya mengalami perbaikan satu tingkat dibandingkan tahun
lalu.

Meskipun demikian, menimbang potensi negeri yang sangat kaya sumber daya
alam serta memiliki pasar yang luas ini,kita berharap terjadi
peningkatan yang jauh lebih cepat. Pertimbangannya, posisi Indonesia
saat ini dengan nilai IPM 0,6170 masih berada dalam kategori
negaranegara berperingkat menengah bawah dengan nilai rata-rata dunia
sebesar 0,682. Adalah benar bahwa dalam waktu tiga dasawarsa terakhir,
nilai IPM Indonesia meningkat dari 0,423 menjadi 0,6170.

Sebuah peningkatan rata-rata sebesar 1,19% per tahun. Sementara dalam
kurun waktu tersebut,angka harapan hidup juga meningkat sekitar
20%.Begitu pula dengan gross national income(GNI) per kapita yang
meningkat hampir dua kali lipat. Namun,penilaian jangka panjang tersebut
ketika diperbandingkan dengan negara-negara tetangga atau secara
regional memperlihatkan lambannya peningkatan peringkat kita.

Pada 1980, untuk kawasan Asia dan Pasifik,Indonesia bersama
China,Malaysia,Thailand, dan Filipina memiliki nilai IPM yang hampir
sama. Kini,negara-negara tersebut telah mengalami perkembangan yang
berbeda. Posisi Indonesia saat ini berada di bawah beberapa negara ASEAN
seperti Singapura dan Malaysia yang berperingkat tinggi,sementara
Thailand (103) dan Filipina (112) berada pada posisi menengah atas.

Adapun Vietnam dan beberapa negara ASEAN lainnya seperti Myanmar,
Laos,Kamboja masih berada di bawah Indonesia. Tanpa ada perubahan
kebijakan yang signifikan, terutama mengenai upaya pemberantasan
kemiskinan yang menjadi penyebab utama rendahnya pendidikan dan
kesehatan serta berimplikasi pada rendahnya peringkat IPM kita,Indonesia
dicemaskan akan "berjalan di tempat"untuk kemudian dalam waktu dekat
tersusul, paling tidak oleh Vietnam.

Kebijakan Pro-Orang Miskin

Dengan menggunakan ukuran nasional,yaitu mereka yang dianggap miskin
karena asupannya di bawah 2.100 kkal serta penghasilannya di bawah 1,25
dolar AS per hari dan beberapa kriteria nonmakanan,jumlah orang miskin
di Indonesia sejak 2007 mengalami penurunan.Per Maret 2007 turun 2,13
juta, dari 39,30 juta orang (17,75%) menjadi 37,17 juta orang (16,58%)
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.Lalu, turun lagi menjadi
14,15% atau sekitar (BPS,Siaran Pers Juli 2009).

Terakhir turun menjadi 12,4% atau sekitar 30,02 juta orang (PS,Juli
2011). Meski angkanya masih tinggi,sejumlah pengamat meragukan hasil
survei tersebut karena memprediksi jumlah yang lebih tinggi.Terlepas
dari kontroversi tersebut, diperlukan berbagai pendekatan untuk
menjelaskan penyebab kemiskinan yang tergolong tinggi tersebut serta
proses pemiskinan yang masih saja berlanjut.

Bagi Amartya Sen (1981), seseorang disebut miskin karena tidak memiliki
akses (entitlement) untuk memenuhi kebutuhannya.Akses yang menjadi hak
setiap orang itu ditentukan oleh "nilai"diri yang dimilikinya.Bagi
kebanyakan orang,nilai yang dimiliki sebatas tenaga kerja.Karena
itu,kemiskinan dan kelaparan tidak bisa diatasi dengan sekadar
memperbesar produksi.Orang miskin harus punya pekerjaan yang memberinya
penghasilan.

Terdapat kesepakatan luas bahwa jika pemberantasan kemiskinan adalah
motif utama kebijakan pembangunan, pengadaan dan peningkatan penghasilan
orang miskin adalah tujuan terpenting semua kegiatan. Namun,asumsi bahwa
pertumbuhan ekonomi adalah resep terbaik pemberantasan kemiskinan karena
akan menyerap tenaga kerja perlu dikritisi.Karena,kenyataan empiris
menunjukkan hal berbeda.Penyebabnya,terutama akibat maraknya cara
berproduksi industrial yang padat modal dan hemat tenaga kerja.

Berseberangan dengan asumsi tersebut adalah keyakinan bahwa orang miskin
harus dibantu memperoleh penghasilan.Usaha kecil diyakini sebagai
pendukung utama perekonomian rakyat meski biasanya dipandang sebelah
mata oleh pemerintah. Tampaknya,meski tidak ada resep instant dan
dipastikan manjur,beberapa hal berikut ini harus menjadi pegangan dalam
kebijakan pemberantasan kemiskinan. Pertama,manusia, kesejahteraan,dan
pengamanan masa depannya harus selalu menjadi fokus utama kebijakan
pembangunan.

Bukan pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita,kemampuan bersaing
ataupun integrasi ke dalam pasar dunia. Kedua,lewat kebijakan dan
regulasi,kesempatan yang sama harus diberikan dalam persaingan antara
usaha kecil dengan usaha menengahbesar padat modal maupun antarusaha
kecil itu sendiri. Ketiga,pemberantasan kemiskinan lewat pengadaan
lapangan kerja harus memperhatikan tingkat pengembangan industri dan
integrasi sebuah negara dalam pasar dunia.

Negara yang tingkat pertumbuhan industrinya belum terlalu maju sementara
sektor informalnya masih dominan seperti halnya Indonesia,perlu
mempertimbangkan strategi yang pas. Keempat,pemetaan masalah dan potensi
sebuah negara serta akseptansi strategi pembangunan yang spesifik hanya
akan bisa diterima luas bila hal tersebut dilakukan dengan melibatkan
semua pihak terkait,termasuk orang miskin.

Kelima,negara berkembang dengan potensi pasar luas seperti halnya
Indonesia sering kali akan ditekan oleh lembaga multilateral (terutama
WTO, IMF,dan Bank Dunia) serta negara adidaya (khususnya AS, China)
untuk membuka pasarnya dan menghilangkan subsidi. Bila hal ini
dituruti,paling tidak secara jangka pendek, berdampak anjloknya tingkat
upah dan meningkatnya PHK yang berarti meningkatnya jumlah orang miskin.

IVAN A HADAR
Koordinator Target MDGs 2007-2010

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/452872/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar