Minggu, 18 Desember 2011

[Koran-Digital] HARY TANOESOEDIBJO-Kita Butuh Perubahan

HARY TANOESOEDIBJO-Kita Butuh Perubahan PDF Print
Monday, 19 December 2011
Dengan potensi yang dimiliki,Indonesia semestinya bisa lebih baik.Hal
itu bisa tercapai jika negara ini memiliki pemimpin yang mempunyai
leadership, knowledge, serta tulus.Demikian salah satu pokok pikiran
pengusaha Hary Tanoesoedibjo dalam wawancara berikut ini.


Indonesia dalam waktu tidak lama akan mengalami transisi kepemimpinan?
Apakah Pak Hary melihat ini merupakan saat bagi pemuda mengambil alih
kepemimpinan?

Kalau saya melihat, masalah kita bukan generasi tua atau muda.Titik
persoalan tidak di situ.Tapi kita perlu mencari figur bagi bangsa kita
yang memang secara tulus ingin memberikan kontribusi, mengabdi kepada
bangsa dan orang tersebut kapabel sesuai yang dibutuhkan bangsa saat
ini.Punya leadershipdan kemampuan teknis,knowledge yang memadai dalam
konteks yang relevan.

Dalam konteks yang relevan diperlukan figur dengan leadership yang kuat,
kemampuan yang memadai untuk mengelola bangsa kita dan tentunya
kemampuankemampuan lain.Tapi tentu yang mendasar adalah kemauan yang
tulus.Artinya tidak menempatkan kepentingan-kepentingan bangsa di nomor
dua dan kepentingan diri sendiri di nomor satu.

Kesimpulan saya sekarang ini kita perlu beberapa tokoh biar nanti
masyarakat memilih sendiri.Tokoh yang memiliki komitmen betulbetul untuk
memajukan bangsa secara tulus,bukan terjun ke politik untuk memperbesar
posisinya, bukan untuk memperbesar bisnisnya,bukan untuk memperbesar
pribadinya.

Tapi terjun ke politik untuk pengabdian,pelayanan bagaimana bangsa kita
bisa lebih baik. Itu bisa dari yang tua,bisa dari yang muda.Jadi kita
tidak bisa men-judge harus dari yang tua atau harus dari yang muda.
Lebih baik masyarakat diberi banyak pilihan.Masyarakat kita ini perlu
diberi wacana yang perspektif dan konstruktif.Kenapa?

Kita harus tahu bahwa tataran masyarakat kita secara pemahaman mayoritas
masih banyak yang belum paham. Ada 92% masyarakat lulusan SMA ke
bawah,45-50% masyarakat kita (lulusan) SD. Jadi pola pikir dalam melihat
perspektif suatu konteks, suatu permasalahan,itu sangat sederhana.Bukan
melihat substansinya,tapi melihat di luarnya.Siapa figur yang
kelihatannya bagus, meyakinkan,ya sudah pilih itu saja.

Semua masyarakat ini adalah pemegang saham negara kita.One man one vote.
Kalau masyarakat kita mayoritas pola pikirnya masih seperti itu,bisa
pilih pemimpin yang keliru. Mestinya kandilihat prestasinya
apa,pengalaman pengelolaannya bagaimana, ada leadership apa tidak,bisa
mengembangkan sesuatu apa tidak,mementingkan kepentingan organisasi atau
tidak.

Kalau media bisa mengembangkan perspektif seperti ini,sehingga
memberikan pilihan-pilihan, akan bagus sekali. Leadership saja tidak
cukup. Pemimpin harus mengerti permasalahan,kalau seorang pemimpin tidak
mengerti permasalahan,bagaimana bisa mengarahkan anak buahnya? Jadi
kapabilitas dan pengetahuannya juga harus memadai.Dan tegas.

Ketegasan ini penting karena Indonesia memerlukan pemimpin yang mampu
mengambil suatu keputusan yang cepat,tapi tepat. Ketertinggalan kita
sudah jauh,jadi perlu kita kejar.Kita perlu bersyukur resourceskita
besar,Indonesia kaya sekali. Agrikultur, perikanan,hampir semua,mining
(pertambangan) kita punya.

Sehingga ini membuat ekonomi kita tumbuh pesat. Tapi
pertanyaannya,apakah kita bisa tumbuh lebih pesat? Jawaban saya bisa.Itu
pasti. Kalau kita punya leadership dan semua program-program yang
prioritas itu dilaksanakan dengan cepat.

Apakah stok pemimpin yang mempunyai kriteria seperti itu sudah ada atau
kita perlu memunculkan tokoh baru?

Jawaban saya,secara jujur, secara track recordbelum ada. Kita harus
bicara berdasarkan track record.Kita tidak bisa menganalisis berdasarkan
janji.Untuk mengatakan harus begini begitu,itu mudah,banyak orang bisa
melakukan itu.Yang kita perlukan pemimpin yang bisa menyampaikan dan
bisa melaksanakan.Jadi apa yang direncanakan dan apa yang dilaksanakan
konsisten.Dan kalau berdasarkan track record,berbicara jujur,saya belum
melihat.

Sekarang sudah baik,tapi harusnya bisa lebih baik, persoalannya di mana?

Mas saya tanya,sejak Reformasi 1998 sampai sekarang berapa jalan tol
yang terbangun? Berapa besar ketidakefisienan karena transportasi yang
tidak memadai? Intinya infrastruktur transportasi dan infrastruktur lain
belum terbangun dengan baik, padahal kita punya waktu yang cukup panjang
sejak reformasi.13 tahun ini apa yang kita bangun? Tapi kalau hanya
mengatakan seperti ini,bukan saya saja yang bisa.

Tapi, banyak yang bisa.Tapi, tantangan bagi setiap pemimpin adalah
bagaimana melaksanakan ini secara cepat dan tepat.Tantangannya di situ
sebenarnya.Kita baik, tapi saya yakin bisa lebih baik. Menurut saya
Indonesia seharusnya bisa tumbuh lebih dari 7%.

Banyak kemudian pengusaha yang masuk politik.Pengalaman seperti apa yang
bisa ditawarkan oleh dunia bisnis?

Kalau saya,saya masuk ke politik karena bagaimana bisa memberikan
kontribusi. Tujuannya itu.Jadi tidak ada pertimbangan pribadi sama
sekali bahwa saya ingin mencari kepentingan untuk pribadi dalam bentuk
apa pun. Saya ingin bagaimana Indonesia itu seperti yang bagaimana saya
katakan tadi.

Kemudian grup juga sudah mapan,teman-teman juga sudah mulai mapan,secara
operasional mulai sudah bisa saya tinggalkan,paling secara policy saja
yang perlahanlahan saya juga mulai kurangi, sehingga saya punya waktu
untuk menyumbangkan pikiran saya ke dunia politik secara konstruktif
untuk mencari pemimpin-pemimpin masa depan yang memang bisa memimpin
bangsa kita.

Yang bisa kita tawarkan dari dunia bisnis adalah speed. Kita harus
berani mengambil keputusan cepat,tapi juga harus tepat.Untuk speed dalam
koteks Indonesia yang kompleks harus menciptakan tim yang
solid.Speedtanpa teamworktidak akan speed. Jadi perlu tim yang solid,
leadership,dan speed,sehingga terjadi percepatan.

Bagaimana memunculkan orang-orang yang mempunyai kemampuan yang masih
belum kelihatan ini ke permukaan biar masyarakat bisa memilih?

Saya pernah guyon ke teman-teman,kita buat seperti Indonesian Idol.Jadi
kita vote dari setiap daerah atau provinsi,kita jadikan 10 atau 20 calon
dari berbagai latar belakang.Seperti kita punya Mike,Delon,Rini.Ini
kandari yang tidak dikenal sama sekali.Mungkin soccer pun ke depan bisa
melalui talent searchseperti ajang idol begitu.

Dari setiap daerah provinsi dicari yang potensial, nanti kita adu,kita
buat kesebelasan untuk support timnas. Jadi,intinya,kadangkadang kita
perlu think out of the box supaya masyarakat kita itu aware.Sebenarnya
potensi di Indonesia itu banyak.Cuma tidak dikasih kesempatan muncul ke
permukaan.Untuk menjadi tokoh harus punya popularitas,kalau orang tidak
kenal bagaimana orang mau memilih.

Kedua elektablitas. Dulu berhenti sampai di sini, tapi sekarang kita
harus mampu membuka wawasan jangan sampai hanya berhenti di
elektabilitas.Tambahkan kapabilitas. Kalau kita bicarakan popularitas
dan elektabilitas, ya muter-muter itu saja klusternya. Kapabilitas apa
yang dibutuhkan bangsa kita, leadershipditambah knowledge yang memadai.
Terus kapabilitas juga menyangkut karakter.Tulus.Orang punya leadership,
knowledge yang memadai,tapi motivasinya tidak tulus ya percuma.Pasti
tidak jalan.

Kalau Indonesia memiliki pemimpin seperti syaratsyarat tadi,seperti apa
Indonesia?

Indonesia akan besar sekali,menjadi top 20 in the world.Kita akan tumbuh
lebih cepat dari negara-negara lain, sehingga kita mengejar mereka itu
bisa lebih cepat. Jadi kita mungkin bisa tumbuh 8–10%.Itu bukan tidak
mungkin. Kalau kita bisa tumbuh 8–10%,artinya pengangguran akan lebih
cepat teratasi, pendapatan per kapita meningkat,negara lebih solid.

Secara overall akan lebih baik. Dan ini momentumnya tepat karena
sekarang ini Indonesia menjadi perhatian dunia sebagai salah satu target
investasi yang paling menarik.Karena mereka melihat Indonesia tidak akan
terlalu banyak terpengaruh dengan permasalahan internasional. The level
of middle class Indonesiaitu peningkatannya salah satu yang tertinggi di
dunia.

Sekarang middle class kita ada 115 juta orang, diperkirakan 2020 ada 200
juta.Ini yang drive consumption.Jadi kita harus meng-educated masyarakat
bahwa memilih memimpin harus memerhatikan kapabilitas,track record
bagaimana,leadership,dan karakter ketulusan motivasinya.

Apakah masih cukup waktu untuk memunculkan tokoh-tokoh itu pada Pemilu 2014?

Bisa,masih cukup waktunya.Memunculkan satu figur itu sampai dia dikenal
masyarakat dan electable cuma butuh setahun.Memang media harus
men-support. Paling tidak setahun dua tahun.Kita lihat Pak SBY relatif
muncul ke permukaan secara lebih jelas pada 2003. Ada baiknya melakukan
polling.Kalau sekarang dilakukan pemilu,mungkin golputnya banyak.Artinya
banyak masyarakat kita ini bingung,mereka tidak tahu harus memilih siapa.

Tradisi kepemimpinan terkesan masih primordial, misalnya harus
Jawa.Padahal pola pikir harus Indonesia. Bagaimana?

Saya pikir yang berpikiran seperti itu hanya kelompok tertentu saja,tapi
masyarakat kita belum tentu berpikir seperti itu.Di dalam pemilu itu one
man one vote.Jadi saya pribadi tidak yakin bahwa masyarakat kita
mayoritas menginginkan pemimpin Indonesia harus dari Jawa, dari luar
Jawa juga bisa. Sekarang konteks pemikiran seperti itu tidak relevan.

Sekarang seorang pemimpin yang betul-betul negarawan,konteks
pemikirannya bukan dia dari mana,tapi adalah NKRI, Pancasila.Dikatakan
kenapa dari Jawa karena mayoritas penduduk di Jawa.Padahal Jawa itu Jawa
Tengah,Timur, Barat,Jakarta,Banten.Kalau pemimpin yang seperti itu
apakah pemimpin yang dari Jawa Timur akan memikirkan provinsi Jawa Timur
saja? Kan tidak,orang Jatim dan Sunda ngomongnya lain.Jadi saya pikir
itu sudah tidak relevan.

Melihat pemimpinpemimpin dunia,menurut Pak Hary Indonesia butuh yang
seperti siapa?

Masing-masing punya plus minusnya.Secara kolektif leadership China.Kalau
saya melihat individu,tidak usah jauh-jauh,sebetulnya Singapura adalah
contoh yang baik. Seorang pemimpin yang baik harus bisa menciptakan
pemimpin berikutnya.Itu mutlak.Kalau seorang pemimpin tidak bisa
menciptakan pemimpin berikutnya,egois.Jadi kalau saya perhatikan dia
tahu capability dia.

Jadi begitu dia tahu capability,dia lihat kaderisasinya mulai berjalan,
dia mundur,tapi dia kawal. Sehingga di situ kalau saya lihat,seorang
pemimpin memimpin dengan contoh.Di Singapura tidak ada gontokgontokan,
rebutan,jadi pemimpin.Seorang pemimpin yang jadi karena ambisinya, pasti
akan menciptakan preseden-preseden.Sejarah itu berulang.Jadi kalau saya
lihat itu (Singapura) contoh yang baik.

Pemimpin jangan lupa menciptakan pemimpin berikutnya.Jangan ditinggalkan
begitu saja.Pemimpin yang baik tahu kapan harus turun,dia tahu kapasitas
diri juga akan menurun,sehingga dia harus melakukan kaderisasi.Tapi
kalau pemimpin motivasinya pribadi, pasti dia akan takut tersaingi.
Tidak mungkin dia melakukan kaderisasi.Itu pasti. Sekarang kalau kita
bicara dalam konteks negarawan,ya harus murni untuk pengabdian.

Bagi pemimpin muda, masih ada waktu untuk mempersiapkan diri mengambil
kepemimpinan sebenarnya.Dalam pandangan Pak Hary,apa yang harus mereka
persiapkan sehingga benar-benar siap memimpin?

Sebenarnya lebih tepat mengatakan banyak mereka yang siap,cuma
kesempatan yang belum ada.Kita butuh perubahan.We need change (kita
butuh perubahan).

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/452887/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar