Rabu, 14 Desember 2011

[Koran-Digital] Harry Mulya: Gerakan Reformasi Birokrasi masih Menyisakan Persoalan

Gerakan Reformasi Birokrasi masih Menyisakan Persoalan
HM Harry Mulya Zein Doktor Ilmu Pemerintahan

SEPEKAN terakhir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
mengumumkan hasil penelusuran terhadap rekening mencurigakan milik
pegawai negeri sipil (PNS) muda. Dalam pengumuman itu, PPATK
mengindikasikan terdapat 50% PNS muda terindikasi korupsi. Bahkan, ada
10 PNS muda melakukan transaksi hingga miliaran rupiah. Fakta itu
merupakan bagian dari temuan 1.800 rekening bernilai puluhan hingga
ratusan miliar rupiah milik PNS. Tentu saja temuan PPATK mengingatkan
publik pada kasus Gayus Tambunan, PNS muda Ditjen Pajak Kementerian
Keuangan.

Sebagai aparatur pemerintah yang telah mengabdi puluhan tahun di lembaga
negara, tentu hati ini gelisah melihat temuan PPATK. Kasus tersebut
merupakan bagian dari cermin 'regenerasi mental korupsi' yang berkembang
di tubuh birokrasi di Indonesia. Seperti banyak kalangan, hati ini
bertanya-tanya mengenai proses reformasi di tubuh birokrasi yang tengah
dilakukan pemerintah pusat.

Kasus ini tentu saja membuat sebagian orang bertanya-tanya tentang
orientasi menjadi PNS.

Sesungguhnya pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia sangat
penting, sepenting peningkatan kesejahteraan masyarakat. Membahas
reformasi birokrasi sama artinya dengan mengupayakan restrukturisasi dan
reposisi sistem dan perilaku birokrasi pemerintah menuju tata
kepemerintahan yang baik (good governance).

Upaya semacam itu dilakukan setelah kita mengalami dan merasakan bahwa
sistem dan perilaku selama ini tidak lagi sesuai dengan keinginan kita.

Namun, melakukan perubahan gaya organisasi yang sudah mapan tidaklah mudah.

Jeremy Pop, dalam bukunya, Strategi Memberantas Korupsi, menulis, jika
seseorang diberi amanah jabatan publik, berarti dia sudah menjadi milik
publik.

Artinya jika seseorang diangkat menjadi pejabat, atau diberi sebuah
jabatan publik, yang ada di alam pikirannya bukan mencari kekayaan untuk
diri, keluarga, ataupun golongannya. Melainkan yang ada di alam
pikirannya ialah bagaimana melayani publik, melayani masyarakat sehingga
tercipta keadilan dan kesejahteraan masyarakat (citizen welfare).

Esensi reformasi birokrasi ialah seorang yang diangkat menjadi pejabat
publik diharuskan memiliki pemahaman bahwa dirinya merupakan milik
publik sehingga tindakan dan kebijakan yang diambil harus berdasarkan
kepentingan publik. Esensi reformasi birokrasi juga dapat diartikan
mengubah manajemen pemerintahan dari berorientasi pada aspek
pemerintahan (government) kepada kepemerintahan (governance).

Pada paradigma government, orientasi kekuasaan dan kekayaan masih kuat.
Peranan aktor masyarakat dan aktor nonpemerintahan belum berjalan secara
optimal. Adapun pada paradigma governance terdapat perubahan manajemen,
dengan kondisi mencairnya pemusatan kekuasaan baik vertikal maupun
horizontal sehingga terjadi proses checks and balances dengan rakyat.

Perubahan aspek tersebut juga menandakan bahwa orientasi kekuasaan tidak
lagi berpusat pada penguasa yang mengemudikan pemerintahan itu, tetapi
pada proses dengan

rakyat sebagai pemegang peran utama. Pelayanan terbaik kepada rakyat
menjadi sesuatu yang tidak bisa lagi dihindarkan.
Keadaan tersebut mengakibatkan asas demokrasi dan desentralisasi menjadi
tuntutan yang mendesak (Muchlish Hamdi: 2009).

Patut ditekankan pula, berbicara birokrasi bukan berbicara individu
(personal). Namun, berbicara birokrasi ialah berbicara sistem. Artinya,
reformasi di tubuh birokrasi bukan sekadar melakukan pembenahan person
to person yang menjabat (pejabat), melainkan pembenahan sistem
organisasi (lembaga pemerintahan).

Paradigma inilah yang harus diluruskan. Terkadang jika muncul ka sus di
tubuh birokrasi, yang disorot hanyalah personal, bukan dilihat dari
sistem yang ada di dalam tubuh birokrasi itu sendiri.

Sejatinya, reformasi birokrasi mengacu kepada organ birokrasi modern
yang digulirkan Max Weber. Gagasan-gagasan Weber tentang birokrasi
rasional hampir dianut sebagian besar pemerintahan, baik yang demokratis
maupun yang otoriter.

Birokrasi modern, menurut Weber, adalah birokrasi yang lahir atas dasar
kaidah kaidah otoritas hukum, bukan lahir karena sebab lain, seperti
otoritas tradisional maupun karismatis. Dalam konteks ini, Weber mencoba
membedakan tiga tipe otoritas, yakni otoritas tradisional, otoritas
karismatis, dan otoritas legal.

Tipe yang pertama otoritas tradisional. Weber mencoba melihat bahwa
otoritas ini bertumpu pada kepercayaan dan rasa hormat pada tradisi dan
orang-orang yang mengemban pelaksanaan tradisi tersebut.

Otoritas kedua ialah otoritas karismatis.

Weber melihat o t o r i t a s i n i

bertumpu kepada keyakinan terhadap pengabdian, kepahlawanan, jasa, dan
kemampuan luar biasa dari seseorang. Dalam otoritas ini, seseorang taat
dan patuh pada orang lain karena dipercaya memiliki kelebihankelebihan
khusus yang tidak dimiliki orang lain. Ketaatan dalam otoritas ini juga
bersifat emosional karena para pengikut akan rela berbuat apa saja bagi
pemimpin mereka.

Otoritas ketiga, yang ideal dalam perspektif Weber, ialah otoritas
legal. Otoritas ini berdasarkan pada keyakinan akan tata hukum yang
diciptakan secara rasional dan juga pada kewe nangan seseorang yang
melaksana kan tata hukum itu sesuai prosedur yang ditetapkan. Da lam
otoritas ini, seseorang taat kepada orang lain k a re n a m e m a n g
hukum menentukan demikian dan dia terikat kepada ketentuan hukum itu.

Oleh karena itu, ketaatan dalam otoritas tersebut bersifat impersonal
(tidak berkenaan dengan pribadi). Siapa pun dapat ditaati dan menjadi
pemimpin se panjang me menuhi standar prosedur hukum yang menyebabkan
dia memiliki hak secara sah untuk me merintah orang lain.

Pada konteks ini juga, Weber memberikan 10 ciri organisasi birokrasi
yang ideal. Pertama, suatu organisasi terdiri dari hubungan-hubungan
yang ditetapkan di antara jabatanjabatan. Esensi pemberian jabatan
berdasarkan prinsip the right man on the right job.

Kedua, tujuan atau rencana organisasi terbagi ke dalam tugas-tugas;
tugas-tugas organisasi disalurkan di antara berbagai jabatan sebagai
kewajiban resmi. Ketentuan kewajiban dan tanggung jawab melekat pada
jabatan. Suatu pembagian kerja yang jelas di antara jabatan merupakan
implikasi ciri ini yang memungkinkan terciptanya derajat spesialisasi
dan keahlian yang tinggi di antara pegawai.

Ketiga, kewenangan untuk melaksanakan kewajiban diberikan kepada
jabatan-jabatan.

Yakni satu-satunya waktu seseorang diberi kewenangan untuk melakukan
tugas-tugas jabatan ialah ketika ia secara sah menduduki jabatannya,
atau kewenangan legal. Keempat, garis-garis kewenangan dan jabatan
diatur menurut suatu tatanan hierarkis. Hierarkinya mengambil bentuk
umum suatu piramida, yang menunjukkan setiap pegawai bertanggung jawab
kepada atasannya atas keputusankeputusan bawahannya serta
keputusan-keputusannya sendiri. Konsep-konsep komunikasi ke atas dan
komunikasi ke bawah mencerminkan konsep kewenangan ini, dengan informasi
mengalir ke bawah, dari jabatan yang memiliki kewenangan lebih luas ke
jabatan yang memiliki kewenangan lebih sempit.

Kelima, suatu sistem aturan

dan regulasi yang umum tetapi tegas, yang ditetapkan secara formal,
mengatur tindakan-tindakan dan fungsi-fungsi jabatan dalam organisasi.
Keenam, prosedur dalam organisasi bersifat formal dan impersonal, yakni
peraturan-peraturan organisasi berlaku bagi setiap orang. Pejabat
diharapkan memiliki orientasi yang impersonal dalam hubungan mereka
dengan langganan dan pejabat lainnya.

Ketujuh, suatu sikap dan prosedur untuk menerapkan suatu sistem disiplin
efisien.

Mereka harus memiliki keterampilan yang diperlukan.

Bila anggota-anggota organisasi harus membuat keputusan rasional secara
independen, pekerjaan mereka tidak akan terkoordinasi sehingga
menyebabkan kurangnya efi siensi dalam organisasi.

Kedelapan, anggota organisasi harus memisahkan kehidupan pribadi dan
kehidupan organisasi. Kesembilan, pegawai dipilih untuk bekerja dalam
organisasi birokrasi berdasarkan kualifikasi teknis, alih-alih koneksi
politis, koneksi keluarga, ataupun koneksi lainnya.

Kesepuluh, meskipun pekerjaan dalam organisasi berdasarkan kecakapan
teknis, kenaikan jabatan dilakukan berdasarkan senioritas dan prestasi
kerja. Setelah melalui masa percobaan, pejabat memperoleh kedudukan
tetap dan terlindung dari pemecatan sewenang-wenang. Pekerjaan
organisasi birokrasi merupakan karier seumur hidup dan memberikan
keamanan dalam jabatan. Dengan pelaksanaan reformasi, sistem, dan
perilaku korupsi di tubuh PNS muda bisa terkikis. Semoga.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/15/ArticleHtmls/Gerakan-Reformasi-Birokrasi-masih-Menyisakan-Persoalan-15122011014013.shtml?Mode=1


--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar