Minggu, 18 Desember 2011

[Koran-Digital] FTA,Pedang Bermata Dua

FTA,Pedang Bermata Dua PDF Print
Monday, 19 December 2011
Ibarat pedang bermata dua,kesepakatan perdagangan bebas (free trade
agreement/FTA) yang telah diteken Pemerintah Indonesia menjanjikan
peluang sekaligus ancaman di masa datang.


Di satu sisi,FTA berarti potensi pengembangan pasar bagi produk-produk
Indonesia.Namun,di sisi lain, perjanjian itu mengharuskan Indonesia
membuka pasar selebar-lebarnya bagi para mitra dagangnya.Terlepas dari
itu,FTA adalah sebuah fakta yang harus diterima Indonesia di tengah
keterbukaan secara global. Jika tidak diterapkan,niscaya negara ini
terkucil dari pergaulan internasional.

Hanya ada satu pilihan, bersiap atau melihat industri dalam negeri mati
suri dan pasar dikuasai pemain asing. FTA adalah sebuah konsep ekonomi
yang mengacu pada kesepakatan penjualan produk antarnegara tanpa dikenai
pajak ekspor dan impor ataupun hambatan perdagangan lainnya.FTA membuat
hilangnya hambatan yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan
antarindividu atau perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.

Sebelum FTA diterapkan, perdagangan internasional sering dibatasi
kebijakan pajak oleh negara,biaya tambahan yang diterapkan pada barang
ekspor dan impor,juga regulasi nontarif pada barang impor.Secara
teori,semua hambatan inilah yang ditolak oleh kesepakatan perdagangan
bebas.Namun,dalam kenyataannya,perjanjianperjanjian perdagangan bebas
ini juga menciptakan persoalan baru jika suatu negara yang terikat
kesepakatan bersama itu tidak memiliki daya saing yang kuat.

Indonesia termasuk lambat berpartisipasi pada perjanjian perdagangan
bebas.Baru pada 20 Agustus 2007,Indonesia secara formal menandatangani
FTA pertama dengan Jepang, tujuannya untuk membebaskan perdagangan
barang.Dibandingkan dengan Singapura dan Thailand, Indonesia jauh
tertinggal soal FTA.Singapura telah menandatangani FTA bilateral dengan
Australia, Yordania,India,Jepang,Korea Selatan,Selandia Baru,
Panama,Brunei Darussalam, Cile,dan Amerika Serikat.

Adapun Thailand telah memiliki kesepakatan FTA dengan China,Jepang,
Australia,dan Selandia Baru. Malaysia juga telah mengikat kesepakatan
FTA dengan Jepang sejak 2005. Tidak mau dianggap tertinggal dibandingkan
negara di satu kawasan, akhirnya Indonesia pun memutuskan untuk
menandatangani kesepakatan FTA pertama dengan Jepang, kemudian disusul
dengan FTA ASEAN dan negara lain,yakni ASEAN dengan Korea Selatan,ASEAN
dengan India,

ASEAN dengan China atau lebih dikenal dengan ASEAN China Free Trade
Agreement (ACFTA) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2010,dan yang
terakhir ditandatangani, ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru.
Namun,kekhawatiran mengenai dampak buruk FTA mulai menyergap ketika
ACFTA dijalankan,Indonesia mulai kebanjiran beragam produk impor dari China.

Pakaian jadi,barang elektronik,mainan anak, sepatu,dan berbagai produk
konsumsi lainnya mengalir deras dari Negeri Panda itu. Produk impor itu
merambah pasar tradisional,pasar kaget, kaki lima,pedagang keliling
hingga ke pusat grosir dan pasar modern lainnya. Baru saat itulah
berbagai pihak berteriak bahwa penerapan ACFTA terlalu dini.Indonesia
dinilai belum siap menghadapi persaingan bebas dengan negara-negara yang
industrinya lebih siap.

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) misalnya sempat menyebutkan
bahwa pasca-ACFTA disepakati,20% industri gulung tikar.Pada 2010 atau
tahun pertama pemberlakuan ACFTA,defisit perdagangan Indonesia-China
lebih dari USD5 miliar.Salah satu barang impor yang sukses menggusur
produk lokal adalah peralatan elektronik. Pada saat ini,produsen lokal
hanya kebagian 30% dari pasar nasional yang kapitalisasinya mencapai
Rp24 triliun.

Kendati tidak serta-merta merujuk pada dampak buruk berbagai perjanjian
perdagangan bebas yang telah ditandatangani,surplus perdagangan
Indonesia semakin tergerus.Pada periode Januari–Juli 2011, surplus
perdagangan hanya sebesar USD16,4 miliar. Padahal,pada 2007 surplus
perdagangan mencapai USD39 miliar. Pelaku bisnis pun diminta
meningkatkan kesiapannya guna menghadapi persaingan yang semakin ketat
dalam kerangka perdagangan internasional serta perdagangan bebas yang
telah disepakati.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo misalnya menegaskan bahwa
keikutsertaan Indonesia dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas
seharusnya dapat meminimalkan defisit neraca perdagangan dengan negara
lain. Semua pihak kembali diingatkan bahwa perjanjian perdagangan bebas
adalah juga peluang bagi perluasan pasar.Dengan gambaran tersebut, dunia
usaha didorong agar bisa lebih bersaing dalam percaturan perdagangan
internasional.

Mungkin kita Indonesia mesti sesiap negara lain,mungkin pemerintah perlu
menyiapkan kebijakankebijakan baru yang perlu untuk mendongkrak daya
saing nasional.Intinya,FTA telah disepakati,kini hanya ada satu
jalan,bersama-sama mencari solusi atas persoalan yang telah
diidentifikasi dan terus melihat ini lebih sebagai peluang bagi dunia
usaha. Manfaatkan free trade,stop impor barang yang tidak perlu.Perkuat
dominasi di pasar domestik.

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/452862/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar