Senin, 12 Desember 2011

[Koran-Digital] EDITORIAL Pedang di Akhir Masa Jabatan

Tangan KPK tiba-tiba kaku kala menyentuh orang-orang di ingkaran kekuasaan, tapi tiba-tiba gagah perkasa terhadap Wa Ode. Ada apa?"

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba seperti pendekar hebat. Dalam sisa masa tugas yang tinggal empat hari, pimpinan KPK menebaskan pedang kepada dua sosok.

Yang pertama ialah Nunun Nurbaeti. Setelah raib selama 22 bulan, Nunun ditangkap kepolisian Thailand, Rabu (7/12) malam, di sebuah rumah berlantai dua yang disewa Nunun di Distrik Suphan Sung, Bangkok. Ia kemudian diambil KPK, Sabtu (10/12), di pesawat Garuda yang akan menerbangkan Nunun dari Bangkok, Thailand, ke Jakarta.

Nunun yang disebut-sebut lupa ingatan itu merupakan tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Nunun diduga membagi-bagikan uang kepada 26 anggota Komisi XI DPR periode 1999-2004 agar Miranda S Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

Mengapa baru sekarang istri mantan Wakil Kapolri yang kini menjadi anggota Komisi III DPR Adang Daradjatun itu bisa ditangkap?
Perlu dicatat bahwa KPK mempunyai andil bagi kaburnya Nunun karena terlambat mencekalnya.
Setelah yang bersangkutan pergi berobat ke luar ne geri, barulah KPK mencekal dan menetapkannya sebagai tersangka.

Yang kedua ialah Wa Ode. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu dikenal sebagai pengungkap mafia anggaran di Senayan. Dia yang membongkar praktik percaloan di banggar. Akan tetapi, tidak ada angin tidak ada hujan, KPK malah mencekal Wa Ode pada Rabu (7/12).

Padahal, KPK belum pernah sekali pun memeriksa Wa Ode, tapi tiba-tiba menetapkannya sebagai tersangka pada Jumat (9/12).

Tudingan KPK diskriminatif tak bisa dielakkan.
Sebab, KPK belum meningkatkan status pimpinan banggar yang sudah diperiksa terkait dengan tuduhan Muhammad Nazaruddin, mantan anggota DPR yang kini terdakwa kasus suap pembangunan Wisma Atlet, bahwa ada aliran dana ke banggar. Eh, tiba-tiba Wa Ode yang berani membongkar kebrengsekan banggar yang dijadikan tersangka. Itu terjadi pada saat masa kerja pimpinan KPK periode 2007-2011 tinggal beberapa hari lagi.

Pimpinan KPK periode 2007-2011 terlalu lama membiarkan pedang pemberantasan korupsi terbungkus dalam sarungnya. Itu sebabnya, korupsi kakap seperti skandal Bank Century tidak pernah disentuh secara serius.

Tanpa Antasari Azhar, KPK mati suri dalam pemberantasan korupsi.

Kasus Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, dibiarkan mengambang oleh KPK.
Padahal, Nazaruddin sudah berteriak di ruang sidang pengadilan tindak pidana korupsi perihal sejumlah nama yang menerima uang hasil korupsi. Tangan KPK tiba-tiba kaku kala menyentuh orang-orang di lingkaran kekuasaan, tapi tiba-tiba gagah perkasa terhadap Wa Ode. Ada apa?
Bukan mustahil, pengungkapan kasus di penghujung masa bakti pimpinan KPK hanyalah sebuah siasat membersihkan diri biar tetap dikenang punya prestasi. Sebuah motif yang mestinya sejak awal dibela dengan penuh martabat. Yang menjadikannya kurang terhormat ialah diperlihatkan di akhir masa jabatan sebab cuma menunjukkan mabuk citra.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/13/ArticleHtmls/EDITORIAL-Pedang-di-Akhir-Masa-Jabatan-13122011001039.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar