Rabu, 14 Desember 2011

[Koran-Digital] EDITORIAL Jalan Bengkok Seleksi KPU

Jika di awal saja pemerintah hendak main-main dengan pemilu, di titik itulah sebenarnya mereka sedang membunuh demokrasi secara pelan-pelan."

DALAM sistem demokrasi, pemilihan umum (pemilu) ibarat jantung. Dialah yang menentukan keabsahan apakah suasana kehidupan demokratis sudah berjalan atau belum di suatu negara.

Tentu saja, pemilu yang berjalan secara independen, jujur, adil, dan terbukalah yang menunjukkan sistem demokrasi berlangsung sehat. Di luar pemilu seperti itu, sistem demokrasi hanya memenuhi kaidah prosedural, belum substansial.

Karena itu, demi mewujudkan pemilu yang sehat dan substantif, segala pranata pemilu mesti dibangun berdasarkan asas-asas yang substansial pula.
Sejak di hulu, penyiapan pranata pemilu mesti beres dan independensi serta imparsialitasnya dijamin.

Maka, menjadi sangat aneh ketika pemerintah memaksakan untuk memasukkan nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin Hukum dan Hak Asasi dalam susunan Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pemerintah hendak mencampuradukkan rezim pemilu dan rezim eksekutif dengan menaruh dua menteri, yakni Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM, dalam susunan tim seleksi yang dibentuk melalui Keppres Nomor 33 Tahun 2011 tersebut.

Itu berarti pemerintah sudah mengotori asas imparsialitas penyelenggara pemilu mulai dari hulu. Apa lagi, Amir Syamsuddin yang ditunjuk menjadi Wakil Ketua Tim Seleksi KPU bukan sekadar representasi eksekutif, melainkan juga petinggi Partai Demokrat yang notabene peserta pemilu.

Benar belaka bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu mengatur adanya perwakilan pemerintah dalam Tim Seleksi KPU. Namun, perwakilan pemerintah yang dimaksud dalam undang-undang tersebut ialah menteri dalam negeri.

Keberadaan dua menteri sebagai ketua dan wakil ketua tim seleksi jelas akan membuat tim tersebut sulit untuk independen. Semakin sulit menghindari munculnya konflik kepentingan ketika menteri tersebut ialah orang partai, sudah begitu partai penyokong pemerintah lagi.

Jawaban Menteri Hukum dan HAM bahwa keberadaan dua menteri dalam Tim Seleksi KPU tidak akan berpengaruh pada penyeleksian calon anggota KPU yang bakal diajukan ke DPR merupakan hal yang sulit dipegang.

Bukankah partai politik bertarung untuk memenangi serangkaian kepentingan? Bukankah pula menaruh orang partai dalam lembaga dan sejumlah institusi bertujuan memuluskan jalan untuk memenangi kepentingan tersebut?
Publik belum lupa benar soal banyaknya gugatan atas pelaksanaan Pemilu 2009 karena dinilai sebagai pemilu paling jorok sejak reformasi. Jorok karena penyelenggara pemilu tidak mampu memainkan fungsi secara benar, jujur, adil, dan transparan.

Mestinya hal itu menjadi pelajaran bagi Pemilu 2014. Namun, jika di awal saja pemerintah hendak main-main dengan pemilu, di titik itulah sebenarnya mereka sedang membunuh demokrasi secara pelan-pelan.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/15/ArticleHtmls/EDITORIAL-Jalan-Bengkok-Seleksi-KPU-15122011001024.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar