Senin, 19 Desember 2011

[Koran-Digital] Eddy Rifai: Kajian Unsur-Unsur Tindak Korupsi

Kajian Unsur-Unsur Tindak Korupsi
Eddy Rifai Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNSUR-UNSUR tindak pidana korupsi terutama yang terdapat dalam Pasal 2
dan 3 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (UU TPK), antara lain, menyangkut (1) perbuatan melawan
hukum (PMH)/menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan; (2) memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi; (3) dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.

Pada unsur melawan hukum dalam hukum pidana, terdapat ajaran tentang
'sifat melawan hukum' (SMH) yang terdiri dari SMH formal dan SMH materiil.

Pada SMH formal, hukum adalah hukum tertulis yaitu peraturan
perundang-undangan (wet).

Terpenuhinya sifat melawan hukum apabila pelaku melanggar atau
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (onwetmatigedaad). Pada
SMH materiil, hukum tidak hanya hukum tertulis tetapi juga hukum yang
tidak tertulis (unwritten law), yakni hukum adalah recht.

Terpenuhinya sifat melawan hukum apabila pelaku melanggar atau
bertentangan dengan hukum (onrechtmatigedaad).

SMH materiil terdiri dari SMH materiil dalam fungsinya yang positif dan
SMH materiil dalam fungsinya yang negatif.

SMH materiil dalam fungsinya yang negatif sebagaimana tercantum dalam
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 jo UU No 20/2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TPK). "Yang dimaksud dengan
secara melawan hukum dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum
dalam arti
formal dan dalam arti materiil.

Yakni, meskipun tidak diatur dalam peraturan perundangundangan, apabila
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
normanorma kehidupan sosial dalam masyarakat, perbuatan tersebut dapat
dipidana.

Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU TPK ini telah dicabut dengan putusan
Mahkamah Konstitusi No 3 Tahun 2006 sehingga UU TPK tidak menganut
ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif. Oleh
karena itu, terpenuhinya unsur melawan hukum apabila perbuatan pelaku
melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif terdapat dalam
yurisprudensi, yaitu putusan MA No 42/KR/1965 yang pada intinya
menyatakan bahwa suatu perbuatan yang memenuhi unsurunsur tindak pidana
korupsi dapat hilang sifat melawan hukumnya sehingga pelaku tidak dapat
dipidana apabila: 1) negara tidak dirugikan; 2) terdakwa tidak dapat
untung; 3) kepentingan umum dilayani. Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa unsur melawan hukum terpenuhi apabila perbuatan pelaku
bertentangan atau melanggar peraturan perundangundangan (onwetmatigedaad).

Unsur melawan hukum tidak terpenuhi apabila: 1) negara tidak dirugikan;
2) terdakwa tidak dapat untung; 3) kepentingan umum dilayani.

Pengertian unsur kerugian keuangan negara terdapat dalam Pasal 1 angka
22 UndangUndang No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan,
'Kerugian Ne
gara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai'.

Menurut ketentuan UU No 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang
berhak melakukan penghitungan kerugian negara hanya BPK. BPKP dapat
melakukan penghitungan, penilaian, dan penetapan kerugian negara apabila
mendapatkan delegasi dari BPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa
dan/atau Tenaga Ahli dari Luar Badan Pemeriksa Keuangan atau BPKP
mendapatkan perintah tertulis dari Presiden atau penugasan s e c a r a t
e r tulis d a r i Ment e r i Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara.
atau BPKP men intah tertulis dari Presi den atau penugasan s e cara
tertulis dari Ment e r i Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara.
Kajian kasus korupsi Salah satu kasus yang cukup menarik perhatian
terkait dengan kajian unsurunsur tindak pidana korupsi tersebut ialah
kasus mantan Dirut PLN Eddie Widiono, yang diduga melakukan korupsi
dalam pengadaan proyek Customer Information System-Rencana Induk Sistem
Informasi (CIS-RISI) PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang tahun
2004-2006 pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Apakah perbuatan pelaku memenuhi unsur melawan hukum menjadi suatu
persoalan karena perbuatan yang dilakukan pelaku melanggar
ketentuan-ketentuan internal yang ada di PLN? Padahal sebagaimana
penjelasan mengenai unsur melawan hukum tadi, suatu perbuatan melawan
hukum yang dapat dipidana ialah perbuatan melanggar atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan (onwetmatigedaad). Dalam UU No
12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak ditemukan
peraturanperaturan internal perusahaan negara sebagai undang-undang
sehingga unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi.

Unsur kerugian keuangan negara yang terjadi pada PLN sampai sekarang
masih dipersoalkan karena ada beberapa peraturan perundang-undangan yang
bertentangan satu sama lain. Pasal 2 butir g UU No 17/2003 tentang
Keuangan Negara tidak mempunyai kepastian hukum. Pasal 2 butir g
menyatakan, 'Keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
meliputi: Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau
oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta
hal-hal lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah'.

Pasal itu bertentangan dengan d o k t r i n b a d a n h u k u m s e r t
a U U N o 19/2003 t e n t a n g B a d a n U s a h a M i l i k Negara ( B
U MN) dan U U N o 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam
Pasal itu bertentangan dengan doktrin badan hukum serta UU No 19/2003
tentang B a d a n Usaha Milik Negara ( B U MN) dan U U N o 40/2007 ten
tang Perse roan Terba tas. Dalam kaitan dengan pertentangan
antarundang-undang tersebut, Mahkamah Agung dalam fatwanya menyatakan,
pada Pasal 2 butir g UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, dengan
adanya UU No 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ketentuan
dalam Pasal 2 huruf g khusus mengenai 'kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/perusahaan daerah' juga tidak mempunyai kekuatan
mengikat secara hukum (Erman Rajagukguk, 2011).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kerugian yang dialami PLN
sebagai perusahaan negara bukanlah kerugian keuangan negara.

Kasus yang terjadi pada mantan Dirut PLN Eddie Widiono memang banyak
kejanggalan.

Di samping tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi,
penanganannya oleh KPK dilakukan secara kurang profesional sehingga tim
penasihat hukum terdakwa yang terdiri dari Maqdir Ismail, SF Marbun, M
Rudjito, Dasril Afandi, dkk melaporkan Deputi Penindakan, Direktur
Penyelidikan, Penyidik dan Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan
Korupsi kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, sehubungan dengan
adanya dugaan pelanggaran kode etik dalam melakukan penyidikan dan
penuntutan terhadap terdakwa.

Pelanggaran kode etik dilakukan ketika Direktur Penyelidikan melaporkan
adanya tindak pidana korupsi. Laporan tersebut tidak disertai hasil
penghitungan kerugian negara oleh ahli sebagaimana dimaksud Putusan
Mahkamah Konstitusi No 003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006.
Pelanggaran juga dilakukan Deputi Penindakan karena sudah memerintahkan
melakukan penyidikan sesuai dengan perintah penyidikan Sprint.Dik –
10/II/2010 tanggal 23 Februari 2010 dan Surat Perintah Penyidikan
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: Sprint.Dik-14/01/ III/2010,
tanggal 11 Maret 2010, sedangkan penghitungan kerugian negara belum
dilakukan.

Bukti pelanggaran oleh Deputi Penindakan yaitu meminta Kepala BPKP
melakukan penghitungan kerugian negara dengan Surat Nomor:
R/48/2023/03/2010, tanggal 3 Maret 2010. Hasil penghitungan kerugian
negara itu baru diserahkan BPKP dengan Surat Nomor: SR176/D6/02/2011,
tanggal 16 Februari 2011. Adapun permintaan kepada ahli teknologi
informasi untuk memberikan keterangan ahli dan menghitung kerugian yang
berhubung an dengan kontrak di bidang informasi teknologi baru
disampaikan kepada Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia,
No: R-168/20-23/03/2010, tanggal 17 Maret 2010.

Penghitungan kerugian negara oleh ahli BPKP hanya berdasarkan berita
acara pemeriksaan (BAP) ahli IT yang mene rangkan pendapat ahli atas
pekerjaan roll-out Customer Information System–Rencana Induk Sistem
Informasi (CIS-RISI) pada PT PLN (persero) Distribusi Jakarta Raya dan
Tangerang Tahun 2004-2006 ditandatangani tanggal 17 Desember 2010, namun
berita acara pemeriksaan tersebut tidak ada dalam berkas perkara.
Penghitungan kerugian negara berdasarkan pendapat ini menjadi tidak
nyata dan pasti sehingga tidak memenuhi pengertian kerugian keuangan
negara sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/20/ArticleHtmls/Kajian-Unsur-Unsur-Tindak-Korupsi-20122011020021.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar