Senin, 19 Desember 2011

[Koran-Digital] Dari Rusia dengan Kemarahan



Pemerintah Rusia masih menjalani mekanisme ala Uni Soviet untuk mempertahankan kekuatan politik.

TaTAKaLa pemilihan legislatif berlangsung di seantero rusia, Minggu (4/12), Mikhail Katov bergegas ke sebuah gedung di Kitaygorodskiy Proyezd, pusat Kota Moskow. Pemimpin redaksi media daring Gazeta.ru itu harus memenuhi panggilan badan pemantau media rusia, roskomnadzor. Media yang dipimpin Katov, menurut surat yang dikirim Ketua Komisi Pemilihan Umum Vladimir churov dan Wakil Jaksa agung alexander Buksman, telah melanggar aturan penyebaran informasi.

Beberapa hari sebelumnya, Gazeta.ru memang melansir artikel mengenai dugaan kecurangan yang dilakoni Partai rusia Bersatu sebelum pemilihan berlangsung. “Komite tidak menemukan pelanggaran-pelanggaran ini.

Karena itu, mereka menganggap penerbitan artikel kami sebagai ‘agitasi ilegal’,” papar Katov.

namun, lanjutnya, baik Komisi Pemilihan Umum maupun roskomnadzor tidak mampu menjabarkan secara konkret pelanggaran yang Gazeta.ru lakukan.

“Mereka hanya mengatakan kami bertindak buruk. Kami diminta untuk menulis yang baik-baik saja tentang Partai rusia Bersatu,” tuturnya sebagaimana dimuat harian rusia, Kommersant.

Tekanan pemerintah juga dialami stasiun radio Ekho Moskvy, harian Novaya Gazeta, harian Kommersant, dan badan independen pemantau pemilu, golos. Saat pemilu legislatif berlangsung, laman daring instansi-instansi tersebut jebol akibat serangan peretas.

“Kami langsung mengaitkan serangan peretas ini dengan informasi pemilihan legislatif, terutama rincian pelanggaran pemilu yang dirilis laman daring kami,” kata pemimpin redaksi Ekho Moskvy, alexei Venedictov.

Pengebirian terhadap kebebasan pers tidak mampu menghentikan aksi gelombang massa yang marah dengan berbagai kecurangan. Sejumlah jurnalis dan pemantau independen pemilu menyebarkan rekaman video di situs Youtube dan Facebook yang berisi penjejalan kertas suara di kotak pemilih.

Beragam keanehan pun muncul di sejumlah tempat pemu

ngutan suara. Di Moskow, Partai rusia Bersatu dilaporkan hanya memenangi 30% suara, tetapi melonjak menjadi 46,5% setelah proses penghitungan mengalami penundaan. Di wilayah chechnya yang tersohor akan gerakan antirusia, partai tersebut mencetak jumlah suara memukau, 99,5%. Dalam perhitungan akhir, Partai rusia Bersatu merebut 49,32% suara. Jumlah itu merosot drastis dari hasil pemilihan empat tahun lalu, yaitu 64%. Peringkat kedua ditempati Partai Komunis dengan 19,19% suara. adapun Partai rusia adil dan Partai Liberal Demokrat duduk di urutan ketiga dan keempat dengan perolehan 13,24% dan 11,67% suara.
Gelombang protes Hasil tersebut mengundang kegeraman sebagian rakyat rusia. Puluhan ribu warga rusia di berbagai kota berunjuk rasa besar-besaran memprotes pelaksanaan pemilu legislatif dan menuntut pemilu ulang. Massa yang marah mengusung slogan `partainya para begundal dan pencuri' untuk mengejek Partai rusia Bersatu. Slogan itu pertama dikemukakan alexei navalny, seorang bloger.

Aksi unjuk rasa terbesar terjadi di Moskow. Dalam aksi protes di ibu kota Rusia itu, ratusan polisi antihuru-hara bersiaga mengawasi demonstrasi. Aksi unjuk rasa juga terjadi di Kota Vladivostok, Novosibirsk (Siberia), Arkhangelsk (Kutub Utara), Kaliningrad, Karelia yang dekat dengan perbatasan Finlandia, dan kota terbesar kedua Rusia, St Petersburg.

Saat menanggapi demonstrasi yang meluas, Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin mengecam pengunjuk rasa. Mantan agen intelijen Uni Soviet (KGB) itu bahkan menyebut para demonstran sengaja diorganisasi untuk mengguncang Rusia atas perintah negara-negara Barat.

“Mereka masih takut pada potensi nuklir kami. Kami juga membawa kebijakan luar negeri yang independen, ini menjadi hambatan bagi beberapa orang,“ ujarnya dalam wawancara dengan stasiun televisi nasional Rusia, Kamis (15/12).

Pemimpin partai Rusia Bersatu itu pun menolak tuntutan agar pemerintah Rusia menggelar pemilu ulang. Warisan Soviet Menurut Lev Gudkov dari Levada Centre, badan independen pemantau pemilu Rusia, reaksi kegeraman rakyat Rusia terhadap pemerintah merupakan hal yang lumrah mengingat pemerintah bagian dari warisan Uni Soviet. Ideologi komunisme, papar Gudkov, memang sudah menjadi kenangan. Namun, pemerintah Rusia masih menjalani mekanisme ala Soviet untuk mempertahankan kekuatan politik.

Sejumlah instansi kunci, termasuk pengadilan, aparat keamanan, media massa, dan pendidikan, digunakan para birokrat untuk melanggengkan kekuasaan dan kekayaan mereka. Bahkan, presiden masih mendiami sebuah simbol penting, yakni gedung bekas Komite Pusat Partai Komunis.

Yang lebih penting, lanjut Gudkov, mental ala Soviet terbukti lebih tahan banting ketimbang ideologi komunisme.

Ketika sekelompok pakar sosiologi yang dipimpin Yuri Levada mengkaji rakyat Soviet pada 1989, mereka menemukan sebuah karakter khas yang diju

luki `Homo Sovieticus'. Karakter manusia tersebut meliputi pola pikir ganda, paternalistis, curiga, dan mengurung diri.

Selang 20 tahun kemudian, para pakar tersebut menyadari `Homo Sovieticus' tidak memudar, tetapi justru bermutasi dengan mengadopsi sifat sinis dan agresif. Perubahan itu merupakan hasil dari berbagai larangan pemerintah dan dorongan moral dari Kremlin. Pascakeruntuhan Soviet di era 1990-an hingga 2000, Putin membangkitkan kebanggaan Soviet dengan mengusung konsep Uni Eurasia.

Alhasil, menurut analisis Gudkov, kecurangan pemilu tidak hanya dilakoni massa paruh baya yang dipenuhi kejayaan Soviet masa lampau, tapi juga kaum muda pro-Kremlin yang belum lahir ketika Soviet runtuh.
Anomali Meski begitu, tidak semua rakyat Rusia mengadopsi karakter `Homo Sovieticus'. Konsep kebebasan yang diusung Putin dengan meningkatkan pemasukan, mengembalikan stabilitas di era Soviet, menyediakan barangbarang keperluan mendasar, dan membebaskan rakyat bepergian tidak lantas membuat rakyat bungkam. Suara yang mengalir ke Partai Komunis menjadi pertanda anomali.

Partai berlambang palu dan arit itu begitu represif dan meniadakan kepemilikan individu.
Sulit untuk dicerna mengapa rakyat Rusia sudi kembali ke masa lalu yang kelam. Namun, seperti diungkap seorang simpatisan, setidaknya partai tersebut tidak dijuluki `partainya para begundal dan pencuri'.

Rakyat `Negeri Beruang Merah' kian mendidih ketika Putin mengaku rencana pertukaran jabatan dengan Presiden Dmitry Medvedev telah diracik sejak lama. “Rakyat merasa sangat dihina. Pemerintah ialah alasan di balik kebencian rakyat. Saya yakin mereka (pemerintah) akan mencari jalan keluar. Namun, saya tidak yakin mereka akan melakukannya secara beradab,“ cetus Georgei Satarov, Ketua Indem Foundation, suatu kelompok prodemokrasi di Rusia.
(Reuters/AP/The Economist/ Kommersant/I-2)


http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/20/ArticleHtmls/Dari-Rusia-dengan-Kemarahan-20122011022012.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar