Selasa, 13 Desember 2011

[Koran-Digital] Budi Susilo Soepandji: Humanisme untuk Papua

Budi Susilo Soepandji, GUBERNUR LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
Papua ibarat satu koin mata uang.
Di satu sisi, tanah Papua kaya akan sumber kekayaan alam. Ta pi, di sisi
lainnya, Papua ternyata masih miskin sarana-prasarana dan infrastruktur
hasil pembangunan. Kesejahteraan masih sebatas impian dan angan-angan
masyarakat Papua. Besarnya dana otonomi khusus yang telah dikucurkan
pemerintah ternyata tidak disertai dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat Papua ke arah yang lebih baik. Muaranya, otonomi khusus
dipandang belum efektif mewujudkan kesejahteraan masyarakat Papua.

Rasa frustrasi karena kekecewaan dan ketidakadilan yang dirasakan
masyarakat Papua berujung pada keinginan ekstrem sebagian putra-putri
Papua untuk memisahkan diri dari NKRI. Ironis, memang.
Papua, yang eksotik dan kaya akan sumber daya alam, ternyata rendah
tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Lantas, di mana letak
permasalahannya? Mengapa terasa begitu sulit mewujudkan kedamaian dan
kesejahteraan di tanah Papua? Apakah kebijakan penyelenggara negara yang
belum mampu memenuhi harapan masyarakat Papua? Atau sebab lain yang
bersumber dari lingkungan internal masyarakat Papua sendiri? Atau karena
dorongan faktor kepentingan eksternal yang menginginkan pemisahan Papua
dari NKRI? Bagaimana bangsa ini harus bersikap untuk mendapatkan solusi
cerdas mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian di Papua?
Human security dan humanisme Tanah Papua memang secara geografis jauh
dari pusat pemerintahan, tapi proses pembangunan di tanah Papua harus
berjalan serasi dan seirama dengan pembangunan wilayah lain di
Indonesia. Masyarakat Papua, sebagai warga negara, memiliki hak yang
sama untuk menikmati pembangunan yang berkeadilan di wilayahnya.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jelas mengamanatkan kewajiban
penyelenggara negara untuk memenuhi hakhak konstitusi warga negaranya.

Terkait dengan hal tersebut, Rudolfo Severindo, mantan Sekjen ASEAN,
berpendapat bahwa masalah hak asasi manusia selalu dihadapkan pada dua
dilema besar, yaitu keseimbangan hak antara sipil dan politik di satu
sisi; serta keseimbangan hak ekonomi dan sosial di sisi lainnya.
UUD 1945 jelas mencantumkan bahwa hak sipil dan politik warga negara
dijamin oleh negara. Demikian pula hak sosial dan ekonomi. Meski
demikian, dalam pelaksanaannya negara memiliki keterbatasan untuk
melayani dan memenuhi kebutuhan setiap warga negaranya. Hal yang paling
utama bagi negara bukan terletak pada dicukupinya segala keinginan
rakyat oleh negara, melainkan bagaimana negara memberikan jaminan dan
peluang sebesar-besarnya bagi rakyatnya untuk memperoleh hak-hak mereka.
Dengan realitas seperti itu, terpenuhinya hak虐ak konstitusi warga
negara akan berpulang kembali kepada bagaimana peran aktif masyarakat
itu sendiri untuk memanfaatkan jaminan dan peluang yang diberikan oleh
negara.

Dalam konteks Papua, kesejahteraan masyarakat Papua merupakan tanggung
jawab semua pihak yang berkepentingan, utamanya masyarakat Papua itu
sendiri.

Keinginan memisahkan diri dari NKRI dengan alasan peningkatan
kesejahteraan bukan merupakan pilihan cerdas. Bagi negara, tantangan
dalam menyelesaikan masalah Papua bukan hanya bagaimana menangani
kekuatan bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM), tetapi bagaimana
memenangi hati dan pikiran rakyat Papua dengan memberikan jaminan
terhadap keamanan individual dan keamanan politik. Untuk mencapai tujuan
itu, tidak ada pilihan selain memberdayakan masyarakat Papua dengan
pendekatan humanistik yang menghormati harkat dan martabat masyarakat
Papua sebagaimana mestinya. Dari sinilah alasan pentingnya
pengarusutamaan kesejahteraan dan humanisme dalam menyelesaikan masalah
Papua.
Empat fondasi utama Setidaknya terdapat empat fondasi utama yang perlu
dibangun secara paralel dengan upaya peningkatan kesejahteraan, yaitu
demokrasi lokal, penegakan hukum, keadilan ekonomi, dan penghormatan
akan harkat dan martabat masyarakat Papua. Empat fondasi utama tersebut
harus diupayakan oleh semua pihak melalui pendekatan yang seimbang
antara soft power (humanisme) dan hard power. Pendekatan hard power,
dalam bentuk penegakan hukum dan keamanan, masih dibutuhkan untuk
memberikan jaminan terhadap terpenuhinya hak-hak konstitusi masyarakat
Papua terkait dengan keamanan individual (security from physical
violence and threat), dan keamanan politik (protection of basic human
rights and freedom).

Apabila pada 2005 bangsa ini mampu menyelesaikan masalah Aceh, yang juga
tidak kalah beratnya, secara damai, penyelesaian serupa terhadap
persoalan Papua bukan suatu hal yang mustahil. Komunikasi dan dialog
yang konstruktif yang melibatkan pemerintah (pusat dan daerah) dan
unsur赴nsur masyarakat Papua harus dibangun sebagaimana preseden
perdamaian di Aceh. Dialog harus berangkat dari kesamaan tujuan yang
mendasar, kesejahteraan masyarakat Papua. Perbedaanperbedaan pandangan
harus dapat dikelola dari sudut pandang kesamaan derajat dan kesetaraan
sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Pendekatan dan perspektif humanisme tidak mengenal adanya perbedaan
fisik, gender, budaya, dan ras sebagai manusia.
Humanisme hanya mengenal harkat dan martabat manusia sebagai inti humanisme.
Karena itu, dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Papua, semua
pihak harus jujur kepada diri sendiri dan mengesampingkan kepentingan
serta agenda politik individu maupun kelompok mana pun yang
mengedepankan perbedaan.

Dalam perspektif humanisme pula, bukan suatu kemustahilan untuk hidup
berdampingan dengan berbagai perbedaan di dalamnya. Dari sudut pandang
agama pun, kita tidak mengenal pemisahan-pemisahan karena perbedaan
ragawi. Melalui humanisme, Afrika Selatan dapat bersatu dan bebas dari
belenggu apartheid. Melalui humanisme pula seharusnya bangsa Indonesia
dapat melakukan dan berbuat hal yang sama untuk masyarakat Papua.
Bersama kita bisa...!


http://epaper.korantempo.com/PUBLICATIONS/KT/KT/2011/12/14/ArticleHtmls/Humanisme-untuk-Papua-14122011011008.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar