Selasa, 20 Desember 2011

[Koran-Digital] BAMBANG SOESATYO: Lampu Kuning Mesuji

Lampu Kuning Mesuji PDF Print
Wednesday, 21 December 2011
Tragedi Mesuji otomatis menjadi lampu kuning dan mereduksi klaim tentang
progres reformasi Indonesia.


Tragedi itu pun menambah bukti tentang kondisi negara yang sangat lemah
karena semua alat kelengkapan negara tak mampu melindungi rakyat di
pelosok desa. Akhirnya tragedi Mesuji melengkapi fakta tentang
karut-marut penegakan hukum Buram dan kumuh. Itulah yang harus dikatakan
tentang penegakan hukum dalam beberapa tahun terakhir ini. Proses hukum
skandal Bank Century belum juga mencatat kemajuan berarti meski beberapa
bukti baru terus dimunculkan.

DPR berketetapan memperpanjang masa tugas tim pengawas proses hukum
skandal karena berharap kepemimpinan baru di Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) lebih responsif. Ekspektasi publik terhadap proses hukum
kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Proyek
Hambalang pun tampaknya tidak terwujud. Dakwaan terhadap aktor utama
kasus ini, Muhammad Nazaruddin, sempat disederhanakan sedemikian rupa
sehingga Nazaruddin seperti dipaksa untuk menelan ludahnya sendiri.
Pembiaran-pembiaran itu cenderung menimbulkan preseden.

Oknum-oknum birokrat dan unsur swasta tidak takut untuk melakukan
kejahatan berskala besar.Ada keyakinan pada mereka bahwa manakala aksi
kejahatannya terungkap, semuanya bisa diatur dan mereka akan lolos dari
jerat hukum. Itulah yang terjadi pada kasus cek pelawat di pemilihan
Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia 2004. Mereka yang didakwa
sebagai penerima suap sudah divonis, sementara rakyat di negara ini tak
pernah diberi tahu siapa yang menjadi pemberi suap dalam kasus ini.Si
penyuap bisa lolos hingga saat ini karena segala sesuatunya bisa diatur
dengan uang atau dengan tekanan politik.

Apa yang terjadi di Kabupaten Mesuji, Lampung, juga menggambarkan betapa
beraninya pelaku kejahatan tersebut. Mereka mengadu domba warga setempat
hingga jatuh korban tewas.Para pelaku kejahatan di Mesuji sudah sampai
pada prinsip menghalalkan segara cara,termasuk mengorbankan nyawa
manusia, demi sebuah bisnis.Anehnya,penderitaan warga Mesuji akibat
kesemena- menaan dan ketidakpedulian negara baru terungkap pertengahan
Desember 2011. Padahal, rangkaian tindak semena-mena itu sudah
berlangsung sejak April 2011.

Serbajanggal

Tindakan semena-mena terhadap warga Mesuji tampak begitu nyata ketika
alatalat kelengkapan negara ikutikutan, bahkan proaktif, menyiapkan
Pamswakarsa yang diinisiasi swasta. Ketika alatalat negara setempat
membiarkan atau merestui kekuatan modal swasta membentuk Pamswakarsa
untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan, sama artinya negara
memberi ruang bagi kekuatan modal swasta untuk mengadu domba rakyat atau
warga setempat.

Pamswakarsa biasanya juga warga setempat. Persoalan berikutnya adalah
mengapa tragedi Mesuji tidak menimbulkan heboh beberapa saat setelah
kejadian? Menjadi heboh setelah korban dan keluarga korban bersusahpayah
mencari akses di Jakarta untuk mengadukan nasib mereka. Hanya ada tiga
kemungkinan. Pertama, skala kasusnya memang tidak sedramatis yang
dilaporkan kepada Komisi III DPR RI.Kedua, upaya menyederhanakan kasus.

Ketiga, upaya menutup-nutupi tragedi ini. Kalau benar terjadi tragedi
kemanusiaan atau pelanggaran HAM berat di Mesuji pada pekan kedua
November 2011, dan baru menjadi heboh di Jakarta pada pertengahan
Desember 2011, itu adalah rentang waktu yang sangat panjang untuk
mengungkap sebuah tragedi kemanusiaan. Bandingkan dengan keadaan di
Papua. Dalam hitungan menit, aparat yang tertembak oleh penyerang tak
dikenal segera menjadi berita berskala nasional.

Maka,dalam kasus Mesuji, patut diduga ada pihak yang berusaha
menutup-nutupi kasus ini.Warga setempat bahkan sempat diselimuti rasa
takut untuk melapor karena mendapat ancaman. Karena itu, untuk mendalami
latar belakang kasus ini, Menko Polhukam mestinya mempertanyakan
kejanggalan ini. Setidaknya, kalau betul terjadi tragedi pelanggaran HAM
berat di Mesuji,mengapa Jakarta (Pemerintah Pusat) harus dibuat terkejut
satu bulan kemudian? Tidakkah berarti ada standard operating procedure
(SOP) yang dilanggar pihak berwenang di daerah kejadian?

Semua kejanggalan dalam menangani kasus ini sudah
menodaiprogresreformasi. Kitasudah kehilangan hak untuk membuat klaim
tentang kemajuan reformasi. Kasus ini mendapatkan porsi pemberitaan yang
sangat luas,termasuk oleh media asing.Dengan terjadinya pelanggaran HAM
berat di Mesuji, praktis tidak ada argumen yang layak untuk bisa
meyakinkan siapa pun bahwa alat-alat negara sudah reformis. Semua elemen
masyarakat sangat prihatin dengan apa yang terjadi di Mesuji.

Harihari belakangan ini terjadi adu argumentasi tentang benar-tidaknya
pembantaian, tentang jumlah korban, dan tentang siapa pelakunya. Dalam
konteks penegakan hukum, adu argumentasi tentang hal-hal tersebut memang
perlu. Namun, dalam konteks yang lebih luas,adu argumentasi itu tidak
penting lagi. Dalam konteks citra negara dan bangsa,adu argumentasi
tidak menyelesaikan persoalan. Negara sudah dalam posisi harus mengakui
ada tragedi itu.Tidak mungkin warga Mesuji jauh-jauh datang dan melapor
ke DPR hanya untuk berbohong.

Penyelenggara pemerintahan di negara justru harus bertanya dan
introspeksi,karena model tragedi seperti itu masih terjadi di era
reformasi sekarang. Kalau ada korban tewas, terluka,dan trauma
berkepanjangan akibat pelanggaran HAM berat,pemerintah justru harus
bertanya pada dirinya sendiri; mengapa alat negara tidak bisa melindungi
rakyat di lokasi kejadian?

Kalau tidak bisa melindungi rakyatnya sendiri, berarti pemerintah dapat
dinilai gagal dan lemah. Ini sekaligus juga menjadi lampu kuning bagi
kepala negara.

BAMBANG SOESATYO
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar\

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/453472/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar