Rabu, 14 Desember 2011

[Koran-Digital] Aparat Jarang Respons Laporan PPATK

Seorang PNS yang punya rekening mencurigakan karena mencapai miliaran rupiah dibiarkan hidup tenang hingga pensiun oleh aparat. Tapi lihat saja, hingga PNS itu pensiun, penegak hukum tidak melakukan apa pun."

Muhammad Yusuf Kepala PPATK

KEPALA Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhamm a d Yu s u f m e n g e l u h k a n minimnya tindak lanjut lembaga penegak hukum atas laporan hasil analisis (LHA) yang diberikan lembaganya.

Ia mencontohkan laporan rekening mencurigakan milik salah seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang mencapai Rp35 miliar.

“Tapi laporan itu tidak ada tindak lanjutnya sampai sekarang,” jelasnya di sela-sela seminar Refleksi Dua Tahun Satuan Tugas Pemberantasan Mafi a Hukum di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Berdasarkan hasil analisis lembaganya, nilai rekening PNS itu mencurigakan karena pendapatannya sebagai PNS tidak mungkin mencapai Rp35 miliar. Harusnya penegak hukum menindaklanjutinya dengan menelusuri asal muasal uang tersebut.

“Tapi lihat saja, hingga PNS itu pensiun, penegak hukum tidak melakukan apa pun,”

sungutnya.

Ia menuturkan, selama 2003 hingga September 2011, PPATK telah memberikan 1.800-an LHA. Dari jumlah itu, hanya sedikit laporan yang ditindaklanjuti penegak hukum.

“Saya tidak ingat berapa jumlahnya, tetapi sedikit sekali.

Kan yang menentukan itu masuk penyidikan atau tidak, ya penegak hukum. PPATK hanya menyerahkan laporan yang dianggap mencurigakan saja,” tandasnya.

Ia juga mengemukakan saat ini PPATK tengah meneliti derasnya uang asing yang masuk ke Indonesia. Uang itu diduga merupakan suap untuk aparat.

Penelusuran PPATK itu berawal dari laporan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu pada Mei 2011 yang menyebutkan ada HK$36,4 juta dan US$143 ribu yang masuk ke Indonesia secara tunai. Sementara transaksi tunai yang ke luar negeri mencapai 400 ribu euro, US$64 juta, dan 203 juta yen.

Transaksi tunai itu, sebutnya, dalam jumlah yang besar dan tidak terawasi oleh aparat berwenang. Padahal transaksi

tunai itu cukup rentan digunakan untuk tindak kejahatan.

“Semua transaksi itu tidak ada yang mengawasi. Bea dan Cukai tidak punya wewenang untuk mengawasi. Bisa saja ini terkait suap karena dalam satu bulan saja jumlahnya sangat besar,“ imbuhnya.
Satgas tetap dibutuhkan Di tempat yang sama, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengkritik kerja Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

Ia menyatakan peran satgas hanya bergaung di awal berdirinya lembaga itu dengan mengungkap kasus sel mewah terpidana Arthalyta Suryani dan pemulangan Gayus Tambunan.

Namun di luar hal tersebut, peran satgas tidak jelas kare na hanya mengungkap kasus dalam skala kecil.

“Satgas hanya berhasil mengungkap beberapa kasus mafi a hukum dalam skala kecil,” jelasnya ketika menjadi pembicara dalam seminar itu.

Bahkan, tindak lanjut dari laporan masyarakat hanya berhenti pada kasus kecil. Seharusnya kasus itu dapat dikembangkan untuk menyentuh mafi a yang besar.

Ia mencontohkan penangan

an kasus Gayus Tambunan hanya berhenti pada hakim, penyidik, dan pemalsuan paspor.
Adapun kasus perpajakan yang menjerat Gayus tidak ditangani secara menyeluruh.

“Pun kasus Gayus yang sebenarnya sangat spektakuler itu hanya berhenti pada pembelokan dakwaan,“ ungkapnya.

Namun, Mahfud setuju jika masa kerja Satgas Pemberantasan Mafia Hukum diperpanjang.
Meski peran satgas masih kecil, ia melihat lembaga itu tetap dibutuhkan bagi pemberantasan mafia hukum.

Ia memberikan catatan agar ke depan satgas hanya melaksanakan upaya pemberantasan mafia yang diduga terjadi di jajaran eksekutif. (P-2)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/12/15/ArticleHtmls/Aparat-Jarang-Respons-Laporan-PPATK-15122011005002.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar