Rabu, 14 Desember 2011

[Koran-Digital] IRFAN RIDWAN MAKSUM: Paradigma Administrasi Pelayanan Haji

Paradigma Administrasi Pelayanan Haji PDF Print
Thursday, 15 December 2011
Tidak terasa musim haji telah berlalu. Jamaah haji Indonesia pun sudah
pulang ke TanahAir.Keluhan terhadap segala hal mengenai kegiatan pergi
haji masyarakat Indonesia yang diatur dan diurus oleh pemerintah tidak
pernah sepi dari kritik, kajian, analisis, baik oleh akal sehat maupun
secara ilmiah di berbagai diskusi politik,pidato tokoh politik,dan
forum-forum resmi maupun tidak resmi.

Pergi haji masyarakat Indonesia sama tuanya dengan usia bangsa
Indonesia. Sejarahnya bersifat khas, mulai diurus secara privat, oleh
pemerintah jajahan Hindia-Belanda, oleh kongsi-kongsi Hindia-Belanda
sampai di masa kemerdekaan kini oleh Pemerintah RI dan swasta. Saat ini
pergi haji tersebut menjadi komoditas politik yang tidak bisa dipandang
sebelah mata yang ternyata selalu bermasalah.Tentu membutuhkan curahan
pikiran kita semua agar dicari jalan keluar terbaik.

Barang Publik?

Dari kacamata administrasi negara, memperbaiki pelayanan pergi haji ini
tidak bisa dilepaskan dari karakter barang /jasa yang terjadi. Secara
teoretis, jenis barang (jasa) dapat diperinci menurut dua dimensi
(Savas: 1985). Pertama, pola konsumsinya.Kedua, dari sifat
eksklusivitasnya. Suatu barang (jasa) dikatakan barang publik jika pola
konsumsinya dapat bersama-sama (kolektif) dan sifat eksklusivitasnya
tidak ada. Sebaliknya barang yang pola konsumsinya berpola individual
dan sifat eksklusivitasnya nyata dikatakan sebagai barang privat (pribadi).

Di sini terdapat barang antara, yakni adanya kecenderungan dari dua
dimensi tersebut bersifat campuran atau bisa dominan salah satunya dan
tidak ekstrem serta memiliki dampak (eksternalitas). Di antara kedua
jenis barang terdapat barang jenis tol (toll goods),yakni dari pola
konsumsinya bersifat kolektif, tetapi eksklusivitasnya muncul karena
harus bersaing untuk mendapatkannya, contohnya di sini adalah jalan tol.

Di samping itu ada barang jenis wadah-bersama (common-pool-goods),yakni
jika bersifat tidak eksklusif, tetapi pola konsumsinya individual,
contohnya adalah air bawah tanah. Sebuah bangsa yang umumnya berhaluan
sosialis dapat menggerakkan segala jenis barang (jasa) yang dikonsumsi
masyarakatnya menjadi barang publik jika untuk mendapatkannya semua
disediakan negara tanpa perlu bersaing, baik dikonsumsi secara
individual maupun secara kolektif.

Jadi di negara tersebut hanya terdapat barang publik murni dan barang
"wadah bersama". Sebaliknya di negara-negara kapitalis, negara mengatur
sedemikian rupa beberapa barang (jasa), diperoleh dengan bersaing.
Terciptalah yang semula barang publik menjadi barang tol, bahkan barang
pribadi. Pergi haji dari sisi jenis barang (jasanya) dikonsumsi secara
kolektif dan karena terdapat paket pesawat terbang, penginapan,dan
lain-lain yang dikonsumsi secara pribadi dan harus bersaing, tampak
jenis barang (jasa) pergi haji ini cenderung ke arah toll goods.

Kecenderungan seperti ini menjadikan haji tidak harus dikelola dari A
hingga Z oleh pemerintah sendiri. Jika dilakukan pemerintah, secara
teoretis akan membuat tidak efisien dari sisi pengelolaannya. Jika hal
itu terjadi,berapa banyak pajak akan tersedot untuk hal-hal yang
sebetulnya dikonsumsi secara individu. Terdapat ketidakadilan bagi
masyarakat luas, kepentingan negara yang lebih luas pun dapat terganggu.

Jika pemerintah tetap mengandalkan ongkos pergi haji dari jamaah
(charging) pun jelas akan mengaburkan sumber pembiayaan negara.Yang
ideal dari jenis toll goods ini adalah pemerintah menjadi fasilitator
atau regulator yang bertindak dengan pola steering rather than rowing.
Dengan demikian,pelayanan pergi haji dari pendanaan oleh sumber pajak
hanya untuk soal strategis, tidak perlu sampai operasional- teknis.
Kemungkinan operasional-teknis, kalaupun ada, adalah dalam rangka
pengawasan oleh pemerintah.

Pergeseran Paradigma Pelayanan

Sifat internasional dalam pergi haji adalah poin utama dalam pelayanan
ini pula sehingga mau tidak mau membawa intervensi negara. Di dalam
negeri,Asosiasi Muslim Penyelenggara Umrah dan Haji (Amphuri) harus
menjadi operator. Pemerintah harus menjadi pengawas yang mumpuni.
Paradigma pelayanan saat ini adalah ke arah new public services, yaitu
masyarakat harus diberdayakan.

Negara harus kuat dalam fungsinya sebagai law enforcer. Negara harus
mampu menjadi penyambung lidah bangsa Indonesia ke Pemerintah Arab
Saudi.Kepentingan ini untuk mendapatkan kuota haji. Negara dalam hal ini
Kementerian Agama adalah regulator dan fasilitator.Kuota ini harus
di-share per daerah. Kementerian Agama juga yang mengatur standar ongkos
haji. Ongkos ini dipantau, jika ada biro haji yang melanggar, harus
ditindak dengan tegas tanpa pandang bulu.

Dari segi ongkos ini, negara dapat memberikan subsidi mengingat dana
haji sejak lama telah terkumpul sampai tak terbatas, bahkan ada wakaf
tanah para haji Indonesia di Arab Saudi yang hingga kini dapat
digunakan. Tapi subsidi negara ini tetap perlu dihitung dengan cermat
agar tidak terjadi pemborosan uang negara. Dalam hal ini akhirnya jamaah
haji dalam mengurus pergi hajinya hanya berurusan dengan biro haji
swasta saja.

Selebihnya biar biro tersebut berurusan dengan Kementerian Agama sebagai
pengatur. Biro tersebut bekerja menurut domisilinya. Sifat toll goods
ini menjadi alat ukur bahwa konsumen (jamaah-haji) tidak berurusan
dengan negara, tetapi dengan operator.Operator yang efektif dalam toll
goods dari praktik berbagai negara dan berbagai jenis barang cenderung
oleh vendor di luar institusi pemerintah, kalaupun pemerintah berupa
badan usaha. Dengan demikian tidak cocok pula pergi haji diurus oleh
sebuah badan pemerintah. Kalaupun akan ada badan pemerintah, sebaiknya
hanya sebagai regulator-law-enforcer semata.●

IRFAN RIDWAN MAKSUM
Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi Negara FISIP
Universitas Indonesia dan Ketua Program MIA-SPs-UMJ

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/451814/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar