Jumat, 16 Desember 2011

[Koran-Digital] IDING R HASAN: Mungkinkah Terjadi Koalisi Banteng-Beringin?

Mungkinkah Terjadi Koalisi Banteng-Beringin? PDF Print
Saturday, 17 December 2011
Setelah penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Bandung, baru-baru ini ada isu
yang menarik tentang merapatnya partai kepala banteng tersebut ke Partai
Golkar (PG).

Pernyataan sejumlah elite politik dari kedua partai itu agaknya
memberikan sinyal ke arah sana, seperti yang diungkapkan Taufik Kiemas,
suami Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan Lalu Mara,Wasekjen
Golkar yang notabene orang dekat Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie
(Ical). Di antaranya menyebutkan bahwa telah terjalin komunikasi yang
baik antar kedua ketua umum partai besar tersebut untuk mencoba
menjajaki kemungkinan koalisi.

Merapatnya partai kepala banteng ke partai beringin dapat diduga
mengarah pada kepentingan Pemilu 2014, terutama terkait dengan calon
presiden (capres) dan calon presiden (cawapres). Sebagaimana diketahui,
Golkar telah resmi mencalonkan Ical sebagai capres, sedangkan
PDIP––meskipun belum secara resmi menetapkan, telah memberikan sinyal
untuk mempromosikan putri Megawati, Puan Maharani. Jika ini kemudian
berakhir pada koalisi, kemungkinan besar Ical akan berduet dengan Puan
sebagai pasangan capres-cawapres.

Peluang

Isu koalisi banteng dengan beringin dengan muara penduetan Ical-Puan
sebagai capres- cawapres pada Pemilu 2014, secara politik tentu sesuatu
yang mungkin. Bahkan, ada sejumlah faktor yang tampaknya bisa mendukung
kemungkinan koalisi tersebut. Pertama, sekarang ini dengan banyaknya
partai politik (parpol) yang ikut dalam pemilu, sulit bagi setiap parpol
untuk melenggang sendirian dalam kontestasi pemilihan presiden, termasuk
partai besar seperti Golkar dan PDIP.

Kedua, duet Banteng-Beringin, kalau benar-benar terjadi agaknya relatif
mudah,karena justru keduanya lebih banyak memiliki kesamaan ketimbang
perbedaan,baik secara ideologis, platform politik dan sebagainya.
Ketiga,peluang Puan Maharani untuk dicalonkan PDIP sangat besar dilihat
dari hasil kongres. Sebagaimana diketahui, jika pada Kongres PDIP I dan
II ditegaskan bahwa ketua umum partai otomatis menjadi capres, pada
Kongres III tahun yang lalu tidaklah demikian.

Ketua umum tidak dinyatakan otomatis sebagai capres,tetapi hanya
diberikan hak prerogatif untuk menentukan siapa yang layak
dicalonkan.Dengan kata lain,Megawati meskipun tidak secara otomatis
menjadi capres, tetapi tetap merupakan decision maker di tubuh partai
kepala banteng. Dalam konteks seperti ini, tentu saja peluang Puan
Maharani sangat besar bahkan mungkin terbesar dibandingkan kader-kader
PDIP yang lain.

Keempat, kecenderungan seiramanya kader-kader PDIP dan Golkar di DPR
dalam sejumlah kasus setidaknya bisa memuluskan niatan koalisi. Meskipun
PDIP memainkan peran oposisi, sementara Golkar tergabung dalam koalisi
pendukung Pemerintahan SBY-Boediono, namun hal itu agaknya tidak menjadi
penghalang. Pada kasus-kasus seperti dana talangan (bailout) Bank
Century,pemilihan calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),

dan rencana pengajuan interpelasi atas kebijakan Kemenkumham terkait
pengetatan pemberian remisi bagi nara pidana koruptor belum lama ini,
kader kedua partai tersebut tampak satu suara. Kelima, peluang duet
Ical- Puan juga cukup menjanjikan dalam peta persaingan pimpinan
nasional pada Pemilu 2014 dilihat dari beberapa aspek.

Dari aspek generasi, duet ini memperlihatkan kolaborasi antara generasi
tua dan muda sehingga bisa menjawab aspirasi masyarakat yang menghendaki
kalangan muda tampil di pentas nasional. Sementara itu kalau dilihat
dari aspek etnis, duet ini juga menampilkan percampuran antara Sumatera
dan Jawa sehingga bisa saling mengisi. Dan dari aspek gender, tentu
kemunculan Puan Maharani cukup menjadikan magnet bagi para pemilih
terutama dari kalangan perempuan.

Melangkahi Tradisi

Namun demikian, rencana koalisi Banteng dan Beringin bukan berarti tidak
memiliki kendala sama sekali. Setidaknya ada tiga hal yang berpotensi
menghambat kemungkinan koalisi. Pertama, bagi PDIP, figur Ical agaknya
akan menjadi catatan tersendiri terutama terkait dengan kasus lumpur
Lapindo, yang notabene akan mengganggu pencitraan mereka sebagai partai
pengusung kerakyatan.

Demikian pula nama Ical kerap disebut dalam kaitannya dengan kasus mafia
pajak yang telah menyeret Gayus Tambunan ke balik jeruji. Realitas ini
tentu harus dikalkulasikan secara matang supaya tidak menjadi bumerang
bagi PDIP. Kedua, secara historis PDIP dan Golkar tidak pernah
berkoalisi dalam setiap pemilu. Meskipun antara kedua partai tersebut
lebih banyak memperlihatkan persamaan dalam berbagai hal, ada barrier
yang cukup kuat antara keduanya, antara lain egoisme sebagai partai besar.

Sejak dulu,baik PDIP maupun Golkar tidak pernah mau mengajukan kadernya
untuk menjadi cawapres bagi capres dari partai lain.Kasus Jusuf Kalla
(JK), yang notabene kader Golkar,yang pernah menjadi cawapres SBY pada
Pemilu 2004, merupakan kasus yang berbeda. Sebagaimana diketahui bahwa
JK ketika itu maju sebagai cawapres tidak dicalonkan oleh Golkar.Golkar
sendiri ketika itu mengusung Wiranto sebagai capresnya yang resmi.

Ketiga, keputusan kedua partai tersebut yang akan menentukan koalisi
secara resmi pascapemilihan legislatif (pileg), juga bisa menghambat.
Tentu saja baik PDIP maupun Golkar sama-sama ingin mengukur kekuatan
dulu. Kalau PDIP yang memenangi pileg, bukan tidak mungkin partai ini
akan lebih memprioritaskan kadernya sebagai capres, bukan cawapres.
Kalau ini yang terjadi, tentulah Golkar tidak akan bersedia karena sudah
memutuskan Ical sebagai capres secara final.

Peluang koalisi akan sangat besar kalau suara yang diperoleh Golkar
melebihi perolehan suara PDIP. Jika ini yang terjadi,mau tidak mau PDIP
harus bersedia melepaskan egonya, sekaligus melangkahi tradisi selama
ini dengan hanya menjadikan kadernya sebagai cawapres.
Bagaimanapun,koalisi merupakan langkah yang sah dalam politik.Hanya,PDIP
harus cermat memperhitungkan berbagai konsekuensi politik yang mungkin
akan timbul dari langkah tersebut. Jangan sampai hanya karena terdorong
ambisi untuk menjadi pemenang, tetapi justru malah menjadi bumerang di
kemudian hari. 

IDING R HASAN
Dosen Ilmu Politik FSH UIN Jakarta dan
Deputi Direktur Bidang Politik
The Political Literacy Institute

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/452389/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar