Rabu, 21 Desember 2011

[Koran-Digital] EDITORIAL Lalai Mengantisipasi Bencana

Banjir dan tanah longsor bukanlah bencana yang tak bisa dihindari. Tapi
kita selalu lalai, atau bahkan tak mau, mengantisipasinya. Masyarakat
dan pemerintah seolah tak mau belajar dari peristiwa sama yang selalu
berulang hampir setiap tahun. Akibatnya, nyawa manusia melayang sia-sia,
seperti yang terjadi di Wonosobo, Jawa Tengah.

Tragedi itu menghampiri Desa Tieng, Kejajar, Kabupaten Wonosobo, tak
lama setelah hujan lebat turun.

Tanah di desa ini tiba-tiba longsor dan menerjang rumah penduduk. Tak
kurang dari 10 orang meninggal karena tertimbun tanah. Bencana ini juga
menyebabkan sekitar 670 orang harus mengungsi karena rumah mereka hancur.

Kejadian seperti itu bukan yang pertama. Bencana serupa pernah melanda
kawasan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tahun lalu. Korban yang
tewas saat itu bahkan lebih banyak, mencapai lebih dari 60 orang. Di
banyak provinsi lain, tanah longsor juga terjadi dan kerap memakan korban.

Masalahnya, kenapa kita selalu tak mau belajar dari pengalaman buruk
itu? Sudah menjadi hukum alam bahwa tanah yang gundul dan miring akan
mudah longsor bila diterjang hujan terus-menerus. Itu sebabnya, amat
berbahaya tinggal di dekat tanah yang konturnya seperti ini ketika musim
hujan datang.

Petaka di Wonosobo pun disebabkan oleh keadaan tanah yang berbukit dan
rawan longsor. Sebagian wilayah kabupaten ini berada di dataran tinggi
Dieng, di mana lebih dari 27 persen lahannya miring. Celakanya, sekitar
2.345 hektare hutan di sana sudah gundul.

Dengan mata telanjang saja, orang akan bisa melihat titik-titik yang
rawan longsor di daerah itu.

Pemerintah daerah yang baik mestinya akan mengeluarkan peta kawasan
rawan bencana, terutama banjir dan tanah longsor. Saat curah hujan
tinggi datang, pejabat pemerintah seharusnya segera memperingatkan
penduduk mengenai kemungkinan terjadi bencana itu.

Jika perlu, penduduk diwajibkan mengungsi agar terhindar dari petaka.

Tidak seperti bencana lain, misalnya gempa yang sulit diprediksi, tanah
longsor lebih mudah dideteksi.

Apalagi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika selalu mengumumkan
prakiraan cuaca dan curah hujan setiap hari. Lembaga ini sering melansir
daerah-daerah yang rawan banjir dan tanah longsor di berbagai provinsi.

Pemerintah daerah bahkan bisa mengantisipasi bahaya alam itu lewat
penataan ruang yang rapi. Kawasan yang lebih layak menjadi resapan air
dan hutan, serta berkontur miring, mestinya tidak digunakan untuk
permukiman. Jika lokasi ini sudah telanjur ditempati penduduk,
pemerintah perlu merelokasinya. Harus diakui, merelokasi warga dari
daerah rawan bencana bukan pekerjaan mudah. Program ini juga memakan
biaya besar karena pemerintah mesti menyiapkan pula sumber ekonomi
mereka di tempat yang baru.

Kita sebetulnya tidak miskin konsep dalam mengantisipasi bencana.Yang
jadi masalah justru rendahnya tingkat kepedulian pejabat dalam
melindungi rakyat. Jangankan menyediakan anggaran buat relokasi
penduduk, mereka sering lalai memperingatkan penduduk ketika bahaya
banjir atau tanah longsor akan datang.

http://epaper.korantempo.com/PUBLICATIONS/KT/KT/2011/12/22/ArticleHtmls/Lalai-Mengantisipasi-Bencana-22122011003015.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar